REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memperkuat kerja sama antarbank sentral dengan memperpanjang Bilateral Swap Arrangement (BSA) sebesar 12 miliar dolar AS dengan Bank of Japan. Perjanjian dengan agen Menteri Keuangan Jepang itu berlaku efektif pada 31 Agustus 2013. Perjanjian dilakukan sebagai tindakan pre-emptive adanya capital outflow lanjutan yang dapat menekan cadangan devisa.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Difi Johansyah, mengatakan BI menilai jumlah cadangan devisa masih cukup untuk menghadapi tekanan pada neraca pembayaran, tetapi tingginya tekanan dan ketidakpastian perekonomian global memerlukan langkah-langkah antisipasi baik dengan penguatan respon bauran kebijakan maupun ketahanan dalam menghadapi gejolak eksternal, termasuk bantalan kecukupan cadangan devisa secara berlapis. "Ini sudah ada kesepakatan, tinggal mengaktifkan saja. Ini saling meminjamkan cadangan devisa, saling menswapkan," ujar Difi, Jumat (30/8).
BSA merupakan bagian dari Chiang Mai Initiative. Perjanjian kali ini merupakan perpanjangan dari perjanjian yang telah ditandatangani BI dengan Bank of Japan pada 2003. Namun hingga saat ini BI belum memakai fasilitas swap tersebut sehingga belum ada tambahan devisa hingga saat ini.
Perpanjangan dilakukan untuk berjaga-jaga atas kemungkinan adanya lanjutan capital outflow yang pada akhirnya menekan cadangan devisa. Cadangan devisa Indonesia per 31 Juli 2013 mencapai 92,67 miliar dolar AS. "Kita pre-emptive dalam menghadapi. Karena gejala regional melemah terus jadi masih ada ancaman outflow, jadi kita jaga-jaga dari sekarang," ujar dia.
Pembahasan untuk kerjasama serupa juga sedang dilakukan dengan bank-bank sentral di kawasan. Kebijakan lanjutan ini memperkuat berbagai bauran kebijakan yang telah diputuskan sebelumnya, termasuk lelang TD Valas overnight dan SDBI, perluasan FX Swap sebagai instrumen hedging, serta kebijakan loan-to-value ratio (LTV) kredit properti dan supervisory action dalam manajemen likuiditas dan penyaluran kredit.