Kamis 24 Oct 2013 22:11 WIB

Masjid Berdaya Secara Ekonomi? Mengapa Tidak

Rep: Siwi Tri Puji/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Masjid Agung As-Syuhada Pamekasan (ilustrasi)
Foto: Rep
Masjid Agung As-Syuhada Pamekasan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Sebuah masjid dinilai 'sukses' dalam amaliyahnya bukan dari besarnya saldo yang dikumpulkan dalam laporan keuangan bulanannya, namun dari seberapa besar dana yang berhasil disalurkan untuk jamaahnnya.

Dana itu bisa untuk pembiayaan aneka kegiatan atau pemberdayaan ekonomi jamaahnya. "Saldonya kecil, tapi penyalurannya besar," kata Ahmad Yani, anggota Pengurus Pusat Dewan Masjid Indonesia, dalam Diskusi Multikultural Tokoh Agama Pusat dan Daerah di Samarinda, Kamis (24/10).

Saldo yang besar, kata penulis buku 'Manajemen Masjid' ini, merupakan indikasi bahwa pengurus masjid tidak tahu untuk apa saja dana itu disalurkan dan bahwa masjid ini miskin aktivitas.

"Karena kalau aktivitasnya banyak, tentu memerlukan biaya yang besar yang akan membuat saldo keuangan berkurang," katanya.

Menurut Ahmad, masjid yang ideal adalah masjid yang menghidupi banyak kegiatan. Tak hanya itu pengurus masjid sudah seharusnya maju satu langkah mengembangkan usaha berbasis masjid.

"Berniaga di masjid sah secara syar'i, yang dilarang adalah berjual-beli di dalam masjid," katanya, meluruskan pendapat banyak orang berpendapat masjid hanya berfungsi sebagai tempat ibadah saja.

Untuk memberdayakan masjid secara ekonomi, katanya, perlu dilakukan sejumlah langkah. Antara lain dengan menyamakan visi pengurus dan jamaah untuk memetakan jenis kegiatan ekonomi yang akan dikembangkan.

Selain itu, juga melihat potensi jamaah. "Jika ada jamaah yang berprofesi sebagai dokter misalnya, mengapa tak membentuk klinik kesehatan di masjid? Atau barbershop jika ada jamaah yang pandai mencukur rambut," katanya mencontohkan.

Ia mencontohkan masjid Jogokriyan di Yogyakarta yang mengembangkan aneka usaha berbasis masjid, mulai dari catering, travel, hingga penginapan. "Melalui program Masjid Mandiri, mereka berhasil membuat sumber pendanaan sendiri untuk membiayai aktivitas sosial masjid," katanya.

Tak kalah penting, kata dia, adalah pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel. "Dengan manajemen transparan dan bukti-bukti tertulis, maka bisa mencegah terjadinya fitnah yang berkaitan dengan dana umat untuk masjid," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement