Ahad 03 Nov 2013 20:22 WIB

Perkembangan Islam di Jalur Sutra

Masjid Ceng Ho, Surabaya
Foto: islaminchina.wordpress.com
Masjid Ceng Ho, Surabaya

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Afriza Hanifa

Hubungan dagang Jalur Sutra telah melibatkan banyak pedagang Arab. Mereka pun membawa dakwah Islam sembari berdagang. Bahkan, waktu periode Jalur Sutra pun sangat pas dengan kelahiran Islam di Timur Tengah, yang merupakan lalu lintas penghubung Asia dan Eropa.

Sebagaimana menurut Hugh Kennedy dalam "The Great Arab Conquests", terdapat dua periode bersejarah yang utama manakala Jalur Sutra menjadi fokus utama bagi perdagangan dunia. Salah satunya, yakni periode tepat sebelum dan selama penaklukan Muslim. 

Maka, Islam pun ikut serta dikenalkan melalui jalur perdagangan Sutra. Sebagaimana menurut Frances Wood, terdapat sebuah masjid tertua di Cina, yang posisinya tepat berada di lingkaran Jalur Sutra. Setiap Jumat tiba, sekitar dua ribu Muslim memadati masjid yang berlokasi di jantung Kota Guangzhow tersebut.

Jalur Sutra disebut-sebut sebagai  jalur yang dilalui para sahabat Rasulullah dalam mendakwahkan Islam. Geliat dakwah itu terjadi bermula sejak era kekhalifahan Usman bin Affan. Dia mengirim utusan pertama ke Cina pada 651 Masehi. Sang utusan pun menghadap Kaisar dari Dinasti Tang, Yong Hui kemudian menyebarkan Islam di negeri Cina. Sejak itulah, Islam mulai dikenal di daratan Cina.

Tan Ta Sen dalam bukunya, Cheng Ho; Penyebar Islam dari Cina ke Nusantara, menyebutkan banyaknya saudagar Arab yang singgah, bahkan bermukin di Cina. Tak sedikit yang kemudian menikah dengan perempuan setempat dan membentuk komunitas Muslim. Komunitas-komunitas Muslim tersebut banyak terbentuk di pusat perdagangan. 

Disebutkan oleh Tan, pada masa puncak perdagangan di era Dinasti Tang dan Song pada abad ke-7 hingga abad ke-13, cukup banyak bermunculan komunitas dan permukiman Arab di beberapa daerah perdagangan Cina. Di antaranya, yakni di Chang-An (Xi-An), Yangzhou, Ningpo, dan kota-kota pelabuhan Guangzhou dan Quanzhou di Cina dan Champa di semenanjung Indocina.

Tak berhenti di China, para saudagar Muslim juga mengenalkan Islam ke kawasan Asia lain, hingga ujung dunia Timur, yakni Asia Tenggara. Malaka-lah yang menjadi gerbang utama masuknya Islam ke Asia Tenggara. Dari semenanjung Malaka, Islam bersentuhan dengan bangsa Melayu yang kemudian tersebar ke seluruh kawasan regional. 

Prof A Hasymi dalam bukunya, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, menyatakan, Kerajaan Perlak merupakan kerajaan Islam pertama nusantara yang berdiri pada abad ke-3 Hijriah. Buktinya, pada 173 Hijriah atau 800 Masehi sebuah kapal layar berlabuh di Bandar Perlak membawa para saudagar di bawah pimpinan nakhoda Khalifah dari Teluk Kambay Gujarat. Pada 1 Muharram 225 Hijriah (840 Masehi), Kerajaan Islam Perlak resmi berdiri dengan Sayid Abdul Aziz sebagai sultan pertama. 

 

Dari Malaka itulah, Islam kemudian menyebar ke Asia Tenggara melalui perdagangan. Namun, kawasan tersebut tak termasuk Thailand. Pasalnya, kawasan Pattani, Thailand, telah mengenal Islam bersamaan dengan masuknya Islam ke Malaka.

 

Datang ke nusantara

Perdagangan rempah-rempah juga melintasi Jalur Sutra. Inilah mengapa Islam juga sampai ke nusantara karena nusantara-lah gudang penghasil rempah-rempah yang sangat disukai Eropa. Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam Sejarah Nasional Indonesia IV: Nusantara di abad ke-18 dan ke-19 menuturkan, pelabuhan-pelabuhan rempah-rempah nusantara, seperti di Sumatra, Ternate, Tidore, dan Banda menjadi terkenal pertama-tama karena para pedagang Cina. Kemudian, para pedagang dari Jawa dan Melayu juga menjadi penting dalam Jalur Sutra. Semuanya bermuara di Cina dan diteruskan melalui Jalur Sutra.

Karena berada pada jalur perdagangan laut dari Timur Tengah ke Cina, kata Marwati, tidak mengherankan jika agama Islam telah dianut di nusantara. Hanya saja, sumber agama Islam di nusantara tidak saja langsung dari Timur Tengah, tetapi bersamaan dengan terbentuknya emporium-emporium (pasar-pasar) sepanjang jalur perdagangan itu sejak abad ke-10. Kota-kota pelabuhan di India, seperti Kalikut, menjadi sumber agama Islam di nusantara. 

Dengan demikian, muncullah di nusantara sejumlah kota pelabuhan yang penduduknya beragama Islam. Selain kedua sumber, yakni Timur Tengah dan India, terdapat pula sumber ketiga, yakni Cina (khususnya dari Mazhab Syafi'i), yang mendapat pengaruh Islam dari Timur Tengah dan India. "Agama Islam dari Cina itu makin menyebar setelah Cheng Ho mendapat izin dari sultan-sultan Malaka sejak Parameshwara untuk membangun pusat perdagangannya di kota pelabuhan itu dan menjadikannya sebuah emporium," tulis keduanya.

Hal tersebut sesuai dengan beragamnya teori masuknya Islam ke nusantara. Namun, jika melihat Jalur Sutra, teori Cina juga tak dapat luput begitu saja. Teori tersebut menyatakan, perantau Cina-lah yang membawa Islam ke Indonesia. Para perantau ini telah mendapat pengaruh dari Arab. Sebagaimana disebutkan bahwa banyak permukiman Muslim yang bermunculan di Cina. 

Menurut Tan Ta Sen, sejarah Islam di Indonesia sangat berkaitan erat, bahkan berasal dari Champa. Berlokasi di Semenanjung Indocina, Champa merupakan salah satu wilayah taklukkan Cina sejak era Dinasti Tang. Di tengah pengaruh konfusian dan Hindu,  Champa disinyalir mendapat pengaruh Islam dari pedagang Arab. Dugaan tersebut datang setelah ditemukannya dua batu nisan Muslim di wilayah Phan-rang, Champa selatan. 

M Ikhsan Tanggo dkk dalam “Menghidupkan kembali Jalur Sutra Baru" menuturkan, agama Islam telah masuk Cina sejak abad ketujuh melalui Jalur Sutra. Demikian pula, masuknya Cina ke Indonesia telah terjadi sejak abad ke-7 Masehi dengan banyaknya bukti arkeologis. Dengan demikian, penyebaran Islam di Indonesia tak hanya dilakukan oleh orang-orang Arab dan Persia melalui Laut India, tapi juga dilakukan Muslimin dari daratan Cina. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement