REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia Profesor Indra Jaya mengatakan rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) kurang tepat karena berada di selat yang rawan gerakan seismik. "Saya rasa rencana pembangunan JSS kurang tepat, yang seharusnya dibangun adalah moda perhubungan laut," ujar Indra Jaya usai membuka Pertemuan Ilmiah Tahunan X ISOI di Jakarta, Senin (11/11).
Dia menambahkan ketidaktepatan tersebut disebabkan karena jembatan yang akan dibangun tersebut, berada di daerah rawan gerakan seismik. Hal itu, lanjut dia, membuat jembatan tersebut memerlukan biaya tinggi untuk perawatannya. "Jangan dilupakan, Gunung Krakatau yang berada di kawasan Selat Sunda itu masih aktif hingga sekarang," tukas dia.
Berbeda dengan Jembatan Suramadu, tambah dia, karena dibangun di laut yang dangkal. "Negara kita adalah negara kepulauan, jadi yang diperbanyak moda perhubungan laut bukan darat," kata dia.
Menurut dia, yang perlu dilakukan pemerintah adalah memperbanyak kapal-kapal agar masyarakat bisa terhubung dari satu pulau ke pulau lain. "Jika hal itu terwujud, pembangunan tidak hanya di Jawa dan Sumatera saja, tapi merata ke pulau lainnya."
Pemerintah berencana untuk membangun Jembatan Selat Sunda yang menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatra. Pemerintah menargetkan pemancangan tiang pertama pada 2014. Namun kemudian gagal dilakukan. Pembangunan jembatan sepanjang 29 kilometer itu masih terkendala karena belum ada titik temu mengenai pendanaan.