REPUBLIKA.CO.ID, -- Kerukunan internal umat seagama, Islam terutama, merupakan hal paling mendasar. Stabilitas kerukunan tersebut menjadi kunci bagi kerukunan secara nasional. Apalagi, menjelang Pemilu 2014.
Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Utang Ranuwijaya menyatakan, sebagai negara dengan mayoritas Islam, keharmonisan Indonesia bergantung dengan sikap umat Islam Indonesia.
Karena, dalam Islam pun dikenal persaudaraan internal ukhuwah Islamiyah terlebih dahulu, menyusul kemudian persaudaraan sebangsa (ukhuwah wathaniyah), berikutnya persaudaraan sesama manusia (ukhuwah basyariyah). “Ukhuwah Islamiyah menjadi dasar ukhuwah lainnya.”
Utang menganggap ketidakharmonisan ukhuwah Islamiyah yang sering terjadi di akar rumput karena perbedaan mazhab dan perbedaan furu'iyah lain.
Ia menilai, ada persoalan komunikasi yang kurang baik disampaikan berbagai pihak di akar rumput terkait perbedaan khilafiyah ini.
Sehingga, masyarakat di akar rumput sering kali terprovokasi untuk memperkeruh suasana hanya karena perbedaan khilafiyah. “Ini yang kurang disadari,” ujarnya.
Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Marsudi Syuhud menilai, hilangnya kesadaran para tokoh Islam menghargai permasalahan khilafiyah membuat intoleransi semakin rentan pada tahun politik 2014.
Dia mengungkapkan, dahulu wali dan para pendakwah berjualan sesuatu untuk agama, yang dirasakan adalah kedamaian.
Sekarang, sering kali yang terjadi tokoh Islam menjual agama untuk sesuatu, kursi atau jabatan, hasilnya konflik. “Serbaterbalik,” ujarnya.
Kemudian, lanjut dia, dahulu tokoh Islam berbisnis sambil mengislamkan orang, tapi saat ini tokoh Islam berbisnis politik, tapi malah mengafirkan sesama Muslim, karena perbedaan khilafiyah.
Karenanya, pada tahun politik ini penting sesama tokoh dan pimpinan ormas Islam jangan sampai membuat sesama Muslim saling mengafirkan demi kepentingan sesaat.
Sedangkan, Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Prof Haedar Nashir meminta peran tokoh agama dan ormas keagamaan penting dalam meredam konflik horizontal, terutama menjelang politik 2014.
Hanya dari tokoh agama dan ormas keagamaan yang bisa menjalankan fungsinya sebagai peredam konflik di tengah masyarakat. Ormas keagamaan juga berperan serta mendorong perdamaian serta kerja sama antarumat beragama.
Haidar yakin, solusi terbaik untuk mengantisipasi konflik keagamaan apakah karena perbedaan khilafiyah atau akidah, hanya melalui jalan dialog. Dialog yang terjadi pun harus berkualitas dilakukan secara sadar dan tulus serta bedampak efektif di akar rumput.
Setiap ada permasalahan keagamaan yang berprinsip dakwah, tidak bisa hanya dilakukan pendekatan hukum semata, tapi juga mendorong diri untuk saling menahan diri serta tidak mengedepankan anarkisme.