REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nashih Nashrullah
Obrolan jenis ini boleh dengan ketentuan tertentu.
Ngobrol di dunia maya memang bisa membuat seseorang kecanduan. Apalagi, bila dilakukan dengan lawan jenis, bisa menghabiskan waktu hingga berjam-jam. Perbincangan tersebut kini bisa ditempuh dengan varian media sosial.
Ragam aplikasi lengkap dengan fitur dan fasilitasnya. Bahkan, seseorang bisa melakukan telekomunikasi via Skype ataupun fitur lain yang memanjakan penggunanya untuk bisa bertatap muka, meski dipisahkan dengan jarak dan waktu.
Merebaknya fenomena di atas menjadi sorotan sejumlah kalangan. Terlebih, bila hal itu melibatkan dua sejoli yang bukan mahram. Menurut Lembaga Fatwa Mesir (Dar al-Ifta), percakapan yang terjadi di antara dua insan yang bukan mahramnya tersebut tidak diperbolehkan.
Larangan ini didasari atas temuan dan pengalaman kasus di lapangan. Maraknya tindak kriminalitas yang melibatkan muda-mudi berawal dari penyalahgunaan media sosial. Dan, sering kali aktivitas tersebut melalaikan dan menghambur-hamburkan waktu.
Dampaknya, membuka pintu kesia-siaan dan gerbang setan. Melarang kegiatan semacam ini termasuk pula langkah antisipatif (sad adz-dzari'ah) mencegah terjadinya perkara negatif akibat penyalahgunaan media sosial.
Ketentuan menjaga kehormatan tersebut sesuai dengan tuntunan surah al-Mu'minun ayat ketiga. “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.”
Atas dasar ini pula, seorang perempuan tak boleh mengumbar fotonya dengan pose apa pun. Seringkali foto-foto itu diselewengkan untuk tindakan yang tak patut.
Meski demikian, lembaga yang kini dipimpin Syekh Syauqi Ibrahim Abd el-Karim Allam itu memperbolehkan lawan jenis nonmahram berbincang via internet dalam kondisi darurat. Sayangnya, seperti apa kriteria darurat yang dimaksud tidak diperinci.
Namun, bila mencermati fatwa Deputi Sekjen Persatuan Ulama se-Dunia Syekh Salman bin Fahd al-'Audah akan didapati apa saja kriteria bolehnya obrolan lawan jenis sebagaimana yang dimaksud Dar al-Ifta' tersebut, sekalipun dia sepakat ketentuan umum chatting lawan jenis itu hukumnya haram.
Sosok yang pernah dilarang mengajar oleh Kerajaan Arab Saudi tersebut memaparkan deretan syarat itu, antara lain, hendaknya tidak perlu mengumbar foto atau menggunakan fitur video, pengumbaran gambar itu sama sekali tak penting.
Cukup dengan tulisan, tidak usah memakai komunikasi suara. Bila memang menuntut adanya suara, tetap menjaga etika. Misalnya, berbicara dengan gaya bahasa yang normal dan sewajarnya.
“Maka, janganlah kamu tunduk dalam berbicara, sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS al-Ahzab [33]: 32).
Syarat berikutnya, obrolan tersebut terfokus dan serius, bukan sekadar humor belaka atau membahas topik-topik yang tak perlu atau sebaliknya, memancing kepada tindakan negatif.
Dan, tetap waspadalah. Jangan mudah terlena. Dunia maya acap kali dijadikan ajang tipu-menipu oleh oknum yang kurang bertanggung jawab.
Tak sedikit para teman pasangan di dunia maya itu tak jelas identitasnya, bahkan kebanyakan hantu, seperti laki-laki yang memakai identitas perempuan, begitu sebaliknya. Pastikan latar belakang dan motif seseorang hendak berkenalan di dunia maya.
Melihat kriteria ketat yang dipaparkan Syekh Salman di atas, memang tampaknya langka dijumpai. Karena itu, mayoritas ulama dan lembaga fatwa sepakat melarang obrolan antarlawan jenis yang dilangsungkan lewat beragam aplikasi chatting tersebut.
Penegasan ini terlihat dari fatwa yang dikeluarkan lembaga fatwa resmi sejumlah negara, antara lain, Arab Saudi, Bahrain, Yordania, dan Uni Emirat Arab.
Syekh Shalih al-Munjid, pentolan ulama Arab Saudi, menyerukan agar menghindari berbagai bentuk obrolan antarlawan jenis yang bukan mahram melalui dunia maya. Ini didasari atas bermacam dampak yang diakibatkan dari obrolan yang berlebihan dan melampaui batas.
Perbincangan ini kerap menjadi titik awal dari tindakan negatif dan membuat candu bagi kedua belah pihak. Ketergantungan pun muncul. Hal itu bisa merusak kekhusyukan hati, bahkan melenakan dari aktivitas dunia.
Mengantisipasi hal itu terjadi maka kegiatan serupa dilarang. Bukan karena dianggap sebagai bentuk khalwat, melainkan berduaan ngobrol lewat media-media di atas termasuk salah satu pintu fitnah yang besar.