REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ambisi PT Pertamina (Persero) memiliki kompleks kilang petrokimia kelas dunia segera terwujud. Dengan berpatungan dengan produsen utama petrokimia dari Thailan, Grup PTT Global Chemical Company Limited (PTTGC) , kilang raksasa itu dijadwalkan berproduksi mulai tahun 2018. Sejumlah perjanjian bisnis antara kedua perusahaan itu ditandatangani di Jakarta, Selasa (10/12).
Karen Agustiawan, Direktur Utama Pertamina mengatakan, penandatanganan itu merupakan bukti konkret dari komitmen Pertamina terhadap rencana kolaborasi dan investasi yang menjadi prioritas utama perusahaan. Proyek ini merepresentasikan tonggak penting bagi strategi pengembangan bisnis hilir petrokimia Pertamina.
''Proyek ini dapat memberikan daya saing secara ekonomi melalui pengintegrasian dengan kilang, ketahanan pasokan, dan infrastruktur dasar yang mendukung,'' kata dia pada penandatanganan Joint Venture Head of Agreement Manufacturing Petrochemical Complex Pertamina dan PTT Global Chemical.
Pihaknya, kata Karen, menyambut gembira untuk bekerja sama dengan PTTGC yang memiliki pengalaman komprehensif. Keahlian dan kapabilitas PTTGC serta kesamaan kultur antara Pertamina dan PTTGC, merupakan hal paling berharga untuk kerja sama bisnis kedua perusahaan dalam membangun komplek petrokimia di Indonesia.
Perjanjian induk usaha patungan yang ditandatangani itu menjadi dasar pelaksanaan studi kelayakan sebagai kelanjutan dari studi awal sejak April yang lalu. Pada awal tahun depan segera diwujudkan kesepakatan prinsip dan ruang lingkup investasi.
Pertamina dan PTTGC telah mencapai kesepahaman dalam beberapa hal, seperti tujuan dan sasaran proyek, model investasi, spesifikasi lapangan, dan kolaborasi agar produksi berdaya saing. Keputusan akhir investasi (final investment decision) ditargetkan untuk bisa ditetapkan pada 2015.
Pertamina dan PTTGC telah menuntaskan survei pasar polimer Indonesia melalui kegiatan distribusi dan pemasaran. Keduanya juga telah memutuskan konfigurasi awal komplek petrokimia dan kajian teknis terhadap ruang lingkup investasi.
Nilai pasar petrokimia Indonesia diperkirakan mencapai 30 miliar dolar AS pada 2018 dan perusahaan patungan ini menargetkan 30 persen pangsa pasar. Saat ini, produksi produk petrokimia di Indonesia masih belum dapat memenuhi kebutuhan industri hilirnya, sehingga menyebabkan terjadinya impor dengan perkiraan nilai 5 miliar dolar AS per tahun.
Bowon Vongsinudom, CEO PTTGC mengatakan, sejak penandatanganan perjanjian awal pada April 2013 di Bangkok, kedua pihak telah bekerja keras untuk menyelesaikan studi kelayakan awal. Kompleks petrokimia ini akan mencakup unit cracker dan bisnis hilir terintegrasi lainnya. "Kolaborasi dengan Pertamina ini akan menghadirkan potensi investasi yang sangat menjanjikan,” kata dia.
Pertamina dan PTTGC telah menargetkan studi kelayakan tuntas pada kuartal kedua 2014. Selain membentuk perusahaan patungan yang akan menggarap komplek petrokimia, dalam waktu dekat Pertamina dan PTTGC juga akan membentuk perusahaan patungan untuk memasarkan dan mendistribusikan produk polimer kedua perusahaan di Indonesia.
Pertamina memiliki dan mengoperasikan 6 kilang di seluruh Indonesia dengan total kapasitas sekitar 1 juta barel per hari. Kapasitas kilang Indonesia merupakan yang terbesar kelima di Asia. Hal ini menjadikan Pertamina memiliki potensi yang sangat besar untuk mengintegrasikan bisnis kilang dan petrokimia yang akan memberikan nilai tambah terhadap sumber daya alam Indonesia. Dengan berbagai keunggulan ini, Pertamina bertekad untuk dapat menjadi pemain utama petrokimia di Indonesia dan juga di kawasan.
PTTGC merupakan unit bisnis Chemical dari PTT Group dengan total kapasitas produksi 8,72 juta ton per tahun dan kapasitas penyulingan minyak mentah dan kondensat sekitar 280.000 barel per hari.