REPUBLIKA.CO.ID, ANTANANARIVO -- Pembalakan liar untuk jenis kayu Rosewood atau dikenal dengan Sonokeling di Indonesia sudah berlangsung 300-400 tahun terakhir di Madagaskar, khususnya di Taman Nasional masoala yang merupakan situs warisan dunia UNESCO.
Direktur Regional Pengembangan Organisasi Berbasis Gereja, Randrianasolo Eliahevitra mengatakan ketidakstabilan politik di Madagaskar sejak kudeta pada 2009 lalu membuat negara ini terguncang dalam kemiskinan.
"Kayu yang diselundupkan dari Madagaskar pada tingkat yang mengkahawatirkan. Orang-orang takut untuk berbicara tentang siapa di balik penyelundupan kayu ini," ujar Eliahevitra, dilansir dari the Guardian, Selasa (24/12).
Cap Est, sembilan jam perjalanan dari Antalaha, menjadi kota penyelundupan resmi kayu-kayu ilegal di Madagaskar. Ribuan orang turun ke dalam hutan untuk mengambil kayu dan meraup keuntungan dari peluang perdagangan ini. Seorang illegal logger yang menolak di sebutkan nama aslinya, Randeen (22 tahun), mengaku dia sudah melakukan pekerjaannya itu sejak April 2013.
Dia harus berjalan selama dua hari ke dalam hutan untuk menemukan jenis sonokeling yang besar lalu menebangnya. "Ada seribu orang yang melakukan hal sama," ujar Randeen.
Direktur Jenderal Taman Nasional Madagaskar, Guy Suzon Ramangason mengatakan pemerintah menyadari telah gagal untuk campur tangan menyelesaikan masalah ini. Dia menduga ada jaringan mafia dalam pembalakan sonokeling besar-besaran di Madagaskar. "Tujuan akhirnya adalah Cina. Uang dalam jaringan ini sangat kuat," ujar Ramangason.
Dia menambahkan awalnya kayu ini pertama kali dikirim ke negara-negara perantara di mana surat-surat dipalsukan di sana, sehingga melegalkan kargo yang mengangkut potongan-potongan kayu ini. Mereka juga mempunyai bukti video yang hasil investigasi dua LSM, Global Witness dan Environmental Investigation Agency yang berbasis di Washington.
Produsen gitar AS, Gibson, bahkan pernah menjalani proses hukum sebab diduga menggunakan kayu ilegal dari Madagaskar untuk memproduksi gitarnya.
Mamonjy Ramamonjisoa dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Antalaha mengatakan semua orang sudah tahu apa yang terjadi, namun mereka menutup mata. Menurutnya, jika semua pihak tidak mengambil langkah-langkah untuk mengurangi fenomena ini maka 20-25 tahun lagi Madagaskar akan mengalami bencana.