Senin 30 Dec 2013 16:00 WIB

Pengusaha Bantah Dilibatkan dalam Keputusan Larangan Ekspor Mineral Mentah

Rep: Aldian Wahyu Ramadhan/ Red: Nidia Zuraya
Pertambangan PT Newmont  Nusa Tenggara
Foto: Republika/Dewi Mardiani
Pertambangan PT Newmont Nusa Tenggara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pengusaha pertambangan yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) membantah keras telah dilibatkan dalam pengambilan keputusan larangan ekspor mineral mentah. Bantahan tersebut disampaikan Apemindo sehubungan dengan adanya informasi dari Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM R Sukhyar yang menyebutkan bahwa pemerintah dan pengusaha sepakat soal kewajiban pengolahan dan pemurnian bijih mineral.

"Informasi ini menyesatkan, apalagi pemetintah hanya menyebutkan cuma sebagian kecil pengusaha pemegang IUP (ijin usaha pertambangan) yang telah menandatangani kesepakatan itu, Kita pun tidak pernah menyepakati hal tersebut," ujar Ketua Umum Apemindo, Poltak Sitanggang, di Jakarta, Senin (30/12).

Menurut Poltak, Apemindo yang menghimpun dan mewadahi 680 pengusaha mineral Indonesia dengan tegas menolak rencana larangan ekspor mineral yang akan diberlakukan oleh pemerintah mulai tanggal 12 Januari 2014 nanti. "Pemerintah telah menerbitkan izin usaha pertambangan sekitar 10.600 buah, jadi kalau yang sudah menyepakati hanya 213 itu sangat tidak merepresentasi sikap pengusaha," kata dia.

Poltak menjelaskan, pihaknya juga telah membuat surat terbuka untuk pemerintah dan wakil rakyat yang memuat beberapa poin penting untuk kemajuan industri mineral Indonesia, agar pemerintah melakukan beberapa hal. Pertama, membatalkan pelarangan ekspor mineral mentah.

Kedua, menggelar dialog komprehensif antara pengusaha, pemerintah, dan DPR RI untuk merumuskan rencana strategis dan peta jalan terkait pengolahan, pemurnian mineral mentah di dalam negeri, demi kepentingan nasional dan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia.

Ketiga, memperpanjang izin ekspor mineral mentah bagi perusahaan berkomitmen untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian di dalam negera. Keempat, menyiapkan sarana dan infrastruktur listrik pendukung pertambangan bagi pengusaha untuk menunjang percepatan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.

Kelima, membuat regulasi tentang tata ruang terkait pembangunan smelter, mengingat dampak limbah B3 yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan manusia. "Sebenarnya itulah  yang kami harapkan dari pemerintah, namun justeru yang kami terima adalah pelarangan ekspor mineral. ini sangat memprihatinkan industri ini di dalam negeri," kata Poltak.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement