REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Maraknya doa berbayar membuat gerah kalangan ulama Muhammadiyah. Karena itu, Sekretaris PP Muhammmadiyah Dr Abdul Mu'ti M.Ed menegaskan bahwa organisasi kemasyarakatan itu melarang komersialisasi doa atau doa berbayar.
"Doa itu tidak boleh dikomersialkan, tapi hal itu merupakan fenomena modern dan tidak hanya ada dalam Islam," katanya di Surabaya, Ahad (5/1).
Di hadapan ratusan peserta "Pengajian Ahad Pagi" di Masjid Baitul Mukminin, Barata Jaya VIII, Surabaya, ia menegaskan bahwa hal serupa juga terjadi pada ibadah haji dan pemakaman."Misalnya, bisnis pemakaman di Jakarta dengan tiga bentuk layanan, yakni rias jenazah, cari lokasi makam, pengerahan pentakziah, dan pendoa, semuanya ada bayaran atau tarif masing-masing," katanya.
Menurut dosen UIN Jakarta itu, bisnis ibadah juga ada dalam ibadah haji, yakni haji badal (haji perwakilan bagi orang yang sudah meninggal dunia) dengan tarif yang berbeda-beda.
"Semua bentuk ibadah yang dibisniskan itu tidak boleh, karena itu doa, haji badal, dan ibadah lainnya tidak boleh dikomersialkan," kata mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah itu.
Dalam pengajian itu, ia menjelaskan Islam bukanlah agama yang anti-dunia, karena dunia dan akhirat merupakan dua hal yang sama-sama penting, sehingga Alquran menyebut keduanya dalam bilangan yang sama yakni 115 kali."Tapi, tingkat kepentingannya berbeda, karena akhirat bersifat jangka panjang tanpa dibatasi kematian. Harta itu penting, bahkan orang bisa membeli jabatan dengan harta, tapi orang tidak bisa membeli kehormatan. Orang juga bisa membeli dokter paling mahal, tapi orang tidak bisa membeli kehidupan," paparnya.
Didampingi Sekretaris PW Muhammadiyah Jatim, H Nadjib Hamid yang juga pengurus masjid itu, Abdul Mu'ti yang juga Ketua Badan Akreditasi Nasional (BAN) Sekolah/Madrasah itu mengatakan bahagia dalam Islam itu disebut "hasanah"."Arti hasanah itu ada empat yakni cukup, sesuai cita-cita, mendapat pahala, dan mendapatkan surga. Cukup itu membahagiakan, karena orang yang kaya tapi merasa tidak cukup itu berarti miskin," katanya.
Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW mengajarkan umat Islam untuk menguasai dunia dan akhirat, namun dunia yang dicari pun harus berdimensi akhirat."Misalnya, mencari uang bukan semata harta, tapi untuk mencari ridha Allah, sehingga tidak menghalalkan segala cara. Jadi, orang Islam harus kaya, tapi kekayaan itu untuk beribadah," katanya.
Ia menambahkan dunia berdimensi akhirat itu penting, karena akhirat lebih berjangka panjang dan abadi, sedangkan dunia dibatasi waktu dan ruang yang sangat pendek.