REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Para pemrotes anti-pemerintah Thailand mulai memobilisasi pendukung mereka di Bangkok, Ahad, sehari menjelang rencana mereka untuk "menutup" ibu kota itu sementara mereka meningkatkan usaha-usaha untuk menggulingkan pemerintah dan menggagalkan pemilu mendatang.
Negara yang diganggu konflik politik itu telah dilanda unjuk-unjuk rasa oposisi selama beberapa pekan terhadap Perdana Menteri Yingluck Shinawatra dan mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra, yang menyebabkan pemerintah memutuskan akan menyelenggarakan pemilu sela 2 Februari.
Para pengunjuk rasa yang berikrar akan menggagalkan pemilu itu, mulai berkumpul dan membawa barang-barang dan peralatan dalam unjuk rasa utama mereka di satu lokasi sementara mereka bersiap-siap untuk menyebar ke tujuh lokasi di seluruh kota itu Senin dalam usaha menghambat transpor ke ibu kota itu.
"Kami mengharapkan segalanya akan berubah pada satu jalan yang baik besok. Perubahan yang kami inginkan adalah pemerintah ini membrantas korupsi atau mereka harus mundur," kata Komol, seorang pemrotes di lokasi itu yang hanya memberikan satu nama.
Para pemrotes ingin membentuk "dewan rakyat" untuk menjalankan pemerintah negara itu dan mengawasi reformasi peraturan pemilihan yang tidak jelas sebelum pemilu diselenggarakan dalam sekitar setahun atau 18 bulan ke depan.
Ini adalah babak terakhir dalam satu kisah ketidakstabilan politik dan kerusuhan yang melanda Thailand sejak Thaksin disingkirkan dari kekuasaan oleh para jenderal royalis tujuh tahun lalu.
Konglomerat yang menjadi politikus itu , yang tinggal di luar negeri untuk menghindari hukuman penjara karena terlibat korupsi, mendapat dukungan luas terutama di Thailand utara di mana ia menerapkan satu kebijakan pro-rakyatnya yang diterapkan oleh pemerintah-pemerintah yang pro-dia.
Tetapi ia tidak disenangi oleh kalangan kelompok elit negara itu dan banyak dalam kelompok kelas menengah Bangkok dan Thailand selatan, yang menganggap dia otoriter dan menuduh dia membeli suara.
Pemimpin protes Suthep Thaugsuban, mantan anggota parlemen daei partai oposisi Demokrat yang memboikot pemilu itu, mengatakan ia mengharapkan akan banyak yang hadir bagi demonstrasi terakhir itu.
"Akan banyak orang dari setiap provinsi bergabung bagi misi penutupan Bangkok pada Senin 13 Januari," katanya dalam satu rapat Sabtu malam.
Para pengunjuk rasa mengatakan mereka akan menutup persimpangan-persimpangan penting , mencegah para pejabat pergi bekerja dan memutuskan aliran listrik ke kantor-kantor penting pemerintah.
Sekolah-sekolah akan ditutup karena khawatir akan keselamatan para siswa, sementara kedutaan besar AS menganjurkan warganya menyimpan cadangan pangan, air dan obat-obatan untuk dua pekan.
Pihak berwenang mengatakan mereka siap mengumumkan satu keadaan darurat jika terjadi kerusuhan baru, dan sekitar 20.000 polisi dan tentara akan dikerahkan untuk menjaga keamanan.
Wakil Kepala Kepolisian Nasional Reungsak Jaritkate mengatakan ada 12 rumah sakit, 28 hotel, 24 sekolah dan lima pos pemadam kebakaran dalam daerah-daerah yang terkena dampak unjuk rasa itu.
Delapan orang, termasuk seorang polisi tewas dan belasan lainnya cedera dalam aksi kekerasan di jalan-jalan sejak protes-protes dimulai Oktober tahun lalu.