Sabtu 25 Jan 2014 17:12 WIB

Komunitas Sikh Tak Sambut Kebijakan Atribut Ibadah Militer AS

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Joko Sadewo
Kaum Sikh. Ilustrasi
Foto: AP
Kaum Sikh. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON DC – Meskipun umat Islam menyambut baik perubahan aturan seragam militer. Tidak begitu dengan komunitas Sikh yang mengkritik aturan baru tersebut.

 

Dilansir dari Washington Post, Kamis (23/1) Jasjit Singh, Direktur Eksekutif Pendanaan Pendidikan dan Hukum Pertahanan Sikh di Amerika mengatakan aturan baru ini tidak akan berfungsi jika bentuknya bukan dalam perubahan secara keseluruhan. “Sayangnya tetap saja, ada aturan untuk memilih Antara iman kita dan melayani negara,”ujarnya.

 

Menurutnya, aturan ini merupakan kebijakan yang diberikan pada orang per orang, bukan menerima secara terbuka agama minoritas Sikh, dan mereka dapat melayani negara sepenuhnya. Singh mengatakan aturan itu hanya sebuah batu loncatan dimana muslim dan Sikh telah mengurangi pembatasan dalam memakai dan menunjukkan keyakinan mereka.

 

“Kami hanya ingin tidak ada pengecualian, Sikh Amerika ingin dapat melayani negara mereka seperti halnya orang Amerika lainnya yang bebas untuk melakukannya,”ujarnya. 

 

Sedangkan Amardeep Singh,juru bicara Sikh Coalition mengatakan meskipun Pentagon telah mengakomodasi kepentingan komunitas Sikh, tetapi akomodasi tersebut harus mendapat persetujuan setiap kali anggota berpindah tugas.

 

Mereka merasa kecewa karena harus mencantumkan artikel keimanan untuk mengingatkan atribut keagamaan yang mereka gunakan. “Jadi Sikh tidak bisa hanya semacam terdaftar di Militer AS dan berharap mereka tidak akan ditelpon dan membuat pilihan palsu antara iman mereka dan tugas negara,”ujarnya.

 

Mengacu pada kasu sebelumnya dimana CAIR berhasil mendesak Departemen Pertahanan untuk memungkinkan siswa muslim dan Sikh untuk mengenakan hijab dan sorban untuk berpartisipasi dalam officer SMP Reserve Training Corps. Ibrahim Hooper Juru Bicara Council on American Islamic Relations mengatakan dia akan menunggu untuk mlihat kebijakan baru tersebut diterapkan atau tidak.

 

“Kami telah mengurus masalah ini sejak lama mengenai jenggot atau dengan jilbab untuk muslim dan bahkan mendukung komunitas Sikh pada masalah sorban dan kupluk untuk militer Yahudi,” ujarnya. Masalahnya adalah jika aturan itu bergantung dari komandan masing-masing maka sama saja seperti sebelumnya, sebagian ada yang diperbolehkan dan sebagian ada yang ditolak. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement