REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar sejarah Islam dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Azyumardi Azra menyatakan kebanyakan negara-negara Muslim sekarang faktanya merupakan negara-negara yang lemah dalam iptek.
Ia berujar, kebanyakan mereka hanya negara-negara yang perekonomiannya mengandalkan bahan alam mentah, pertanian atau pertambangan, sedangkan sektor manufaktur yang memproduksi barang bernilai tambah hanya sedikit porsinya dalam perekonomian mereka.
"Ini sangat ironis jika dibandingkan dengan pencapaian kaum Muslim di masa lalu (abad ke-8 hingga abad ke-11) yang kontribusinya sangat besar bagi perkembangan iptek di masa pencerahan dunia barat hingga masa kini," katanya.
Dikatakannya, sejak abad ke-12 banyak kaum Muslim terjerembab dalam ortodoksi Islam yang hanya menganggap ilmu agama saja yang penting untuk dipraktikkan dalam kehidupan keagamaan, sedangkan ilmu pengetahuan lainnya diabaikan.
"Dikotomi antara ilmu relijius dan ilmu nonrelijius masih banyak kita lihat di negara-negara muslim sekarang ini, termasuk di Indonesia. Dikotomi ini tak diragukan bertanggung jawab dalam kemunduran ilmu pengetahuan di dunia Islam," katanya.
Sementara Rektor Uhamka Prof Dr Suyatno mengatakan, Uhamka memiliki obsesi menjadi perguruan tinggi kelas dunia dengan antara lain menggandeng Universitas Omdurman, Sudan bekerja sama.
Seminar tentang Islam dan Iptek ini selain dihadiri oleh praktisi pendidikan dari Sudan, juga dihadiri perwakilan dari negara-negara Islam lainnya seperti Mesir, Maroko, Saudi Arabia, Qatar, Kuwait, hingga Afghanistan.