Ahad 09 Feb 2014 10:56 WIB

Tolak UU Internet, Demonstran Turki Bentrok dengan Polisi

Rep: Dessy Saputri/ Red: A.Syalaby Ichsan
A teenager surfs the internet on his laptop. (file photo)
Foto: Antara/Sahlan Kurniawan
A teenager surfs the internet on his laptop. (file photo)

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Demonstrasi menentang undang-undang internet di Istanbul Turki berakhir kisruh. Seperti dilansir dari BBC, bentrokan terjadi antara kepolisian Turki dengan para demonstran.

Aparat kepolisian menembakkan gas air mata dan water cannon ke arah para demonstran. Sedangkan, para demonstran melemparkan batu ke arah aparat kepolisian di Taksim Square.

Ratusan demonstran yang menentang pembatasan internet oleh pemerintah telah melakukan aksi demonstrasi beberapa minggu ini. Undang-undang internet memberi wewenang pemerintah untuk memblokir situs-situs serta website tanpa putusan dari pengadilan terlebih dahulu.

Selain itu, penyedia layanan internet juga diharuskan untuk menyimpan data para pengguna internet selama dua tahun dan pihak berwenang pun dapat dengan mudah mendapatkan data tersebut.

Pihak oposisi menilai langkah itu sebagai upaya pemerintah menghentikan kasus skandal korupsi. Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan sendiri menolak tuduhan telah melakukan sensor terhadap internet.

Menurutnya, dengan undang-undang tersebut justru membuat internet semakin aman dan bebas. Erdogan sendiri menyebut twitter sebagai momok masyarakat dan menyebut media sosial sebagai ancaman masyarakat.

Rancangan undang-undang tersebut telah disetujui oleh parlemen Turki pekan lalu. Akses internet di Turki telah dibatasi sebelumnya, sedangkan ribuan website telah diblokir.

Langkah ini dilakukan lantaran internet dan media sosial telah digunakan oleh para demonstran anti-pemerintah untuk menyebarkan informasi kegiatan mereka pada tahun lalu.

Skandal korupsi ini telah terungkap pada Desember. Pihak penyidik juga telah menahan para pengusaha yang mempunyai hubungan dekat dengan perdana menteri.

Sebagai aksi balasan, Erdogan telah mencopot ratusan jabatan petugas kepolisian dan pemimpin perbankan serta telekomunikasi. Skandal korupsi itu disebutnya sebagai upaya Fethullah Gullen untuk menggulingkannya. Namun tuduhan itu dibantah oleh Gullen.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement