Oleh: Nashih Nashrullah
Ketenaran akan kejeniusan Samirah mengantarkannya pada sebuah kecelakaan yang penuh misteri. Publik menaruh kecurigaan atas keterlibatan Mossad dalam peristiwa itu.
Tiga hari menjelang berdirinya Negara Israel pada 1948, Samirah mendirikan Lembaga Energi Atom Mesir. Riset demi riset berhasil ia laksanakan.
Ada dua alasan utama mengapa tokoh yang lahir 3 Maret 1917 itu getol menekuni dunia atom. Pertama, untuk mendukung perkembangan sektor industri. Temuannya berupa elemen yang bisa meleburkan tembaga, bahkan bahan bom atom, sangat berharga.
Tujuan lain, untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan, terutama penyembuhan kanker melalui sinar X-Ray. Keinginan ini muncul pascakematian orang tuanya akibat penyakit mematikan itu.
Ia hendak menyumbangkan pengobatan murah untuk masyarakat dengan sinar tersebut. “Harapanku, obat nuklir bisa murah seperti aspirin,” katanya.
Sepak terjang sosok kelahiran Desa Sanbu Zafta, Mesir, itu di bidang pengembangan atom mendapat pengakuan banyak khalayak, baik dalam maupun luar negeri. Bahkan, pembimbing disertasinya, Prof Melint, menyebut tokoh bernama lengkap Samirah Musa itu, sebagai “Nyonya Korea dari Mesir” (Madam Koriya al Mishriyyah).
Ketenaran itu pulalah yang mengantarkannya pada tragedi kematian yang penuh misteri. Ia wafat pada 1952 dalam sebuah kecelakaan yang tak diketahui penyebabnya hingga saat ini. Publik menaruh kecurigaan atas keterlibatan Mossad dalam peristiwa itu.
Jenius
Putri Musa Abu Salamah itu terkenal dengan kejeniusannya sejak kecil. Ia selalu menempati peringkat pertama di sekolahnya. Sebuah prestasi karena kala itu perempuan aksesnya terbatas terhadap pendidikan.
Bahkan, di usianya yang belia ia berhasil mengarang buku tentang ilmu aljabar. Buku itu sengaja ia tulis untuk mempermudah siswa memahami ilmu eksak tersebut. Beruntung, sang ayah sangat kooperatif. Atas bantuan ayahanda tercinta, buku itu diperbanyak menggunakan uang pribadinya.