Oleh: Mohammad Akbar
Saat menunaikan haji, Saman mendapat banyak pengetahuan. Ia bertemu banyak pemikir Islam dan bergelut dengan kesibukan membaca buku.
Kala itu, ia suka sekali membaca buku-buku mengenai perkembangan dan perjuangan dunia Islam.
Sekembali dari Tanah Suci, Saman tetap mengajar di pesantren. Namun, hati dan pemikirannya terus bergelora untuk mengusir penjajah Belanda dari tanah kelahirannya. Semangat itu pun muncul di saat perlawanan rakyat Aceh mengendur.
Suatu kali, Saman didatangi oleh utusan dari Gunung Biram — sebuah lokasi yang menjadi markas pergerakan gerilya. Para utusan itu meminta agar tokoh agama di Tiro turut mengobarkan semangat berperang melawan Belanda.
Gayung pun bersambut. Kebetulan pula tokoh agama di Tiro adalah Teungku Cik Dayah Cut. Mengingat sang paman sudah tua, akhirnya Saman menyatakan kesediaan untuk ikut angkat senjata.
Pimpin perang gerilya
Ketika mengikrarkan diri menjadi bagian gerilyawan, usia Saman telah menginjak 44 tahun. Pada awalnya, banyak pihak meragukan kemampuan dirinya. Maklum, saat itu mata Saman sudah mulai rabun dan tubuhnya juga semakin tambun. Setelah mendapatkan restu, Saman pun berangkat ke Gunung Biram dan bergabung dengan pasukan gerilya.
Sebagai orang yang ditunjuk sebagai pemimpin, Saman melakukan sejumlah langkah sistematis dalam membangun kekuatan. Selain mengumpulkan orang, ia juga menghubungi sejumlah tokoh ulama di berbagai tempat. Ia ingin perjuangan yang dilakukannya bisa disokong para alim ulama yang akhirnya bisa merekrut lebih banyak orang untuk berjuang.
Salah satu tokoh yang berhasil ia hubungi adalah Panglima Polim. Tokoh ini sudah lama mengasingkan diri dan sulit sekali menerima orang tak dikenal. Namun, Saman berhasil menghubungi Panglima Polim berkat bantuan keluarga Sultan Aceh, Tuanku Mahmud. Bentuk kongkret bantuan Panglima Polim adalah mengirimkan para hulubalang untuk membantu perjuangan Saman.
Setelah kekuatan terkumpul, Saman kemudian membentuk sebuah angkatan perang bernama Angkatan Perang Sabil. Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia III disebutkan, Saman menanamkan motivasi keagamaan kepada para personel Angkatan Perang Sabil. Lawan mereka, yakni penjajah Belanda, distempel sebagai kaum kafir.
Inilah cikal bakal yang membuat Belanda mengalami kesulitan. Perlawanan rakyat Aceh bangkit kembali secara sistematis lewat dogma agama yang disemaikan Saman. Dalam laman Wikipedia diuraikan, betapa hebatnya perang yang dikobarkan oleh Saman.