REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Rosita Budi Suryaningsih
Keimanan menghilangkan ketakutan Requel akan maut.
Raquel adalah seorang perempuan yang sangat kuat. Ia bisa menduduki posisi sebagai perwira polisi dan selalu berprestasi dalam pekerjaannya.
Sejak 1996 ia bertugas di Kota Detroit, Amerika Serikat. Pekerjaannya berlangsung seperti biasanya, hingga suatu hari pada 2002 ia tertembak saat bertugas.
Dalam masa kritis berada dalam perawatan setelah tertembak tersebut, ia pun sadar, ia akan memasuki babak baru dalam kehidupannya.
Ia mengaku tak pernah kenal dan bersinggungan dengan agama, bagaimana mungkin ia akan berdoa dan meminta pertolongan tuhan. “Saya harus minta tolong tuhan yang mana?” kata dia bergumam.
Hingga, akhirnya beberapa teman Muslim Requel menjenguk dan menjelaskan banyak hal tentang Islam. Penjelasan tentang agama yang didengarnya ini merasuk ke dalam jiwanya. Pemaparan soal Islam mengubah hidupnya. “Saya tak lagi takut untuk mati,” ujarnya.
Teman-temannya menjelaskan dalam Islam satu-satunya yang perlu ditakuti adalah Allah SWT. Seandainya Requel mesti menghadapi kematian, ia berharap, meninggal dengan kondisi beriman kepada Sang Khalik. “Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi besok,” tutur dia.
Saat itu, selain merasakan sakit fisik karena luka tembak, ia juga banyak mengalami keresahan jiwa. Ia sadar, ia hampir dekat dengan kematian.
Jika saja ia meninggal pada hari tersebut, ia tak tahu apakah yang akan terjadi selanjutnya, akankah ia masuk neraka? Fakta-fakta itu membuat hatinya terbuka.
Inilah yang membuat ia akhirnya percaya pada Islam dan berani mengucapkan kalimat syahadat. Kini, ia punya keyakinan akan adanya sebuah kedamaian dan lega di kehidupan selanjutnya, seandainya saja nyawanya dicabut hari ini.
Ia membandingkan kehidupannya setelah menjadi Muslimah dengan sebelumnya. Sebelum menjadi mualaf, ia memang bukan orang yang terlalu anti-Islam ataupun pro pada agama ini.
Raquel bersikap netral-netral saja. Semua itu terjadi lantaran ia memang belum pernah memahami apa itu Islam yang sebenarnya.
Orang-orang terdekatnya menganggap ia adalah pribadi yang terbuka, berbeda dengan anggota keluarga yang lainnya. “Selama ini, saya menghormati apa yang diyakini oleh orang-orang,” ujarnya.
Tapi, ketika ia telah mendalami Islam, ia pun kini bersikap dengan sangat kuat pada keyakinannya tersebut. Prinsip baru yang dipercayainya ini dipegangnya dengan teguh.
Maka, ketika ia dihadapkan pada kondisi lingkungannya di Detroit, setelah ia masuk Islam, ia merasa tak nyaman. Orang-orang di sana selalu memandang semua Muslim adalah teroris dan ingin menghancurkan Amerika. Stigma dan citra negatif itu cukup menggangunya.
Hanya karena mereka pengikut ajaran Nabi Muhammad SAW, bukan berarti mereka ekstremis dan kepercayaanya selalu mengajarkan sikap kekerasan. “Ini sangat mengerikan,” katanya.
Sejak peristiwa 11 September, tak sedikit warga AS selalu menyalahkan Muslim dan menganggap sebagai teroris serta ancaman bagi negara itu.
Sehingga, menjadi polisi Muslimah, adalah sebuah tantangan yang sangat besar baginya karena dibayang-bayangi oleh stigma buruk ini.
Nasibnya kemudian mengantarkannya untuk pindah ke kota lain, ke Las Vegas. Di sini, ia menjadi Muslimah yang semakin baik. Ibadahnya semakin mudah dan ia banyak melakukan kegiatan amal.
Di tempat tinggal barunya ini, Raquel juga banyak bertemu dengan teman-teman sesama Muslim. Hal ini, menurutnya sangat penting, karena sebelumnya ia selalu mendapatkan kesulitan jika ingin belajar bahasa Arab, bertanya tata cara ibadah, ataupun cara memakai jilbab. “Sebelumnya saya hanya bisa mendapatkan informasi dari internet,” katanya.
Ia merasa nyaman dengan kehidupannya sekarang. Ia menghabiskan hari-harnya untuk beribadah, membaca Alquran, dan belajar sesuatu yang baru tentang Islam. Ia tak pernah menyerah untuk semakin mendekatkan dirinya dengan Islam.