Oleh: Nashih Nashrullah
Puncak resepsi
Sebuah pesta dihelat yang dihadiri oleh beberapa tamu undangan. Iringan rebana menyertai kerabat mempelai pria yang datang membawa hadiah.
Anggota keluarga mempelai pria melayani tamu dengan beragam hidangan, seperti the, air, dan jus segar. Mereka berdiri di baris di pintu masuk untuk menerima tamu dan membawa mereka ke tempat duduk.
Rentetan puncak pernikahan itu setelah keluarga pengantin wanita mengirimkan kain putih untuk pengantian pria. Maka sang pengantin akan menaiki kuda hias untuk mengikuti langkah para sesepuh menuju altar pengantin.
Pria dari kedua belah pihak duduk di sebuah ruangan untuk mendengarkan khotbah nikah di rumah pengantin wanita. Pengantin pria kemudian dibawa ke dalam rumah, tempat pengantin wanita sedang menunggunya di panggung yang dihiasi antara kerumunan perempuan dan anak perempuan menyanyi dan menari.
Pasangan ini tetap berdiri tegak untuk sementara waktu dan mereka tidak duduk sendiri. Sebaliknya, mereka ditemani ibu dan saudara perempuan mereka. Hal ini diyakini bahwa satu, pengantin atau pengantin pria yang duduk di sofa pertama akan selalu didominasi oleh yang lain.
Tapi, kadang-kadang pasangan itu sendiri memutuskan untuk duduk bersama-sama pada waktu yang sama. Hal ini diyakini bahwa gadis-gadis yang duduk dekat dengan pengantin wanita di sofa pada hari ini akan segera menikah.
Prosesi Moshaf Aina atau cerminan Alquran pun dimulai. Kedua mempelai yang telah tertutup dengan selendang membawa mushaf Alquran dan cermin di atas meja. Cermin dibuka dan pengantin melihat satu sama lain di cermin.
Ini melambangkan kesucian dan kebersihan. Kemudian, keduanya membacakan beberapa ayat dari Alquran. Musik pun berlantunan dan hidangan kembali disuguhkan.
Prosesi pernikahan tak terhenti pada puncak acara saja. Pada hari ketiga atau ketujuh pascapernikahan, digelarlah acara takht jami. Para kerabat membawa hadiah untuk pengantin wanita berupa perabot rumah tangga. Acara ini khusus untuk anak-anak dan perempuan.