Sabtu 08 Mar 2014 16:50 WIB

Cerita Islam di Bulgaria (9): Era Komunis

Sebuah masjid di Bulgaria.
Foto: youtube
Sebuah masjid di Bulgaria.

Oleh: Teguh Setiawan

Komunis mengambil alih Bulgaria, 9 September 1944. Kesengsaraan baru Muslim Turki dan Bulgaria dimulai. Keduanya menjadi sasaran kebijakan elaborasi.

Komunis menggunakan semua alat dan cara untuk menjamin sukses ini; memanipulasi struktur sosial dan organisasi politik.

Awalnya, komunis  mengadopsi model Soviet untuk menerima Muslim Turki sebagai satu komunitas etnis di dalam bingkai kebangsaan Bulgaria dengan kesamaan hak mempertahankan identitas mereka, serta melibatkannya dalam pembangunan kehidupan baru untuk mengembangkan ekonomi dan budaya. Gagasan ini mentransfromasi Muslim Turki ke dalam model masyarakat minoritas sosialis di Balkan.

Uni Soviet punya pandangan lain. Moskwa melihat Bulgaria sebagai titik strategis awal bagi munculnya revolusi sosialis di Turki di kelak kemudian hari. Minoritas Turki di Bulgaria harus dilatih menjadi alat revolusi di negeri moyangnya. Program ini berada di bawah pengawasan langsung spesialis-spesialis Uni Soviet.

Tahun 1947, parlemen Bulgaria mengesahkan Konstitusi Dimitrov. Bulgaria mengakui eksistensi etnis minoritas dan menjamin hak-hak dasar dan kesempatan setiap etnis mengembangkan budayanya.

Prinsip ini juga berlaku bagi Pomaks. Tidak boleh ada aktivitas politik Motherland di Rhodope, tapi Pomaks dibiarkan mempraktekan ajaran Islam dan menggunakan kembali nama-nama Turki dan Arab.

Yang terjadi adalah terjadi peningkatan aspirasi Muslim Turki dan Bulgaria di level pendidikan, dan Islam menjadi sangat berpengaruh di tengah kehidupan masyarakat. Muncul kegundahan di kalangan pemimpin komunis Bulgaria, dan dilakukan berbagai upaya untuk mengakhirinya.

Dimulai dengan propaganda ateistik, dengan menyebut agama sebagai candu dan pengalaman kapitalis, dan dilanjutkan dengan penutupan kantor-kantor keagamaan. Seluruh madrasah dan sekolah-sekolah Turki yang dikelola perorangan dinasionalisasi sepanjang 1949. Kurikulum sekolah diseragamkan. Tiga tahun kemudian, pelajaran keagamaan dilarang di semua sekolah.

Satu dekade sejak kebijakan ini diterapkan, populasi ulama menurun. Jumlah masjid turun secara drastis, dan Njuvvab—satu-satunya sekolah tinggi keagamaan di Shumen—disekulerkan. Muslim Turki dan Pomaks tidak punya apa-apa lagi, kecuali mempertahankan kepercayaan di dalam keluarga.

Propaganda ateistik ternyata gagal mengintegrasikan etnis minoritas Turki dan Muslim Pomaks ke dalam bangunan besar masyarakat sosialis Bulgaria. Politisi Bulgaria mencari cara lain, dan pilihan satu-satunya adalah migrasi paksa. Program dijalankan awal 1950. Sebanyak 28.250 Muslim Turki meninggalkan Bulgaria dalam sembilan bulan pertama sejak program dijalankan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement