Oleh: Teguh Setiawan
Empat tahun kemudian Bulgaria memasukkan opsi imigrasi bagi orang-orang yang menolak berganti nama.
Bulgaria-Turki kembali berunding dan keduanya sepakat membuka lagi perbatasannya bagi keluarga-keluarga Turki yang tertinggal di Bulgaria, dan ingin mengikuti jejak saudara mereka pindah ke Turki. Dalam kurun 1968-1978, 100 ribu Muslim meminta visa, dan lebih dari setengahnya meninggalkan Bulgaria.
Namun, program unifikasi keluarga yang terpisah ini hanya berlaku bagi Muslim Turki dan sedikit Pomaks. Orang Pomaks yang jauh lebih besar memilih bertahan di Bulgaria, meskipun harus mati hanya karena enggan ganti nama.
Bulgaria memperkeras sikapnya, dengan membentuk milisi bersenjata, dan merekrut kader-kader partai sebagai tentara, untuk ditempatkan di desa-desa orang Pomaks.
Di sebelah barat Pegunungan Rhodope dan Pirin Macedonia, kerusuhan berlangsung terus-menerus sepanjang 1970-an. Tidak ada catatan berapa korban tewas dan luka-luka. Pemerintah Bulgaria hanya menyebut sebanyak 200 ribu orang Pomaks ganti nama, dan bersedia membatasi aktivitas keagamaan, dan menanggalkan semua atribut budayanya, termasuk cara berpakaian yang lebih mirip Turki.
Pada 1977, pemerintah partai komunis mengumumkan Bulgaria adalah yang nyaris berisi satu tipe etnis, dan sedang menuju homogenitas menyeluruh. Kenyataannya tidak demikian. Pomaks terus melawan, ketika pemerintah berusaha mengisolasi mereka dengan mengeluarkan larangan berkunjung ke desa-desa atau kota-kota berpenduduk Muslim Turki.
Di awal 1980-an, perlawanan mengeras dalam bentuk aksi teror. Ledakan bom terjadi di Stasiun Kereta Api Plovdiv, di atas kereta yang melayani jalur Sofia-Burgas, di Hotel Sliven, dan Bandara Varna, serta sejumlah upaya pemboman yang gagal.
Dua bocah diculik dari sebuah hotel internasional di Varna. Penculiknya adalah seorang bersenjata yang mendesak pemerintah Bulgaria menyediakan pesawat ke Turki. Dua tahun kemudian, Bulgaria melarang kegiatan pengikuti tarekat Naqsabandiah dan Qadiriah di timur laut Bulgaria.
Kampanye Bulgarianisasi tahap kedua digelar 1985. Todor Zhikov memberikan pidatonya pada pencanangan kampanye tahan kedua ini. Menurutnya, tidak boleh lagi ada nama-nama Turki dan Arab di Bulgaria. Pesan Zhikov diterjemahkan militer Bulgaria dengan mempersenjatai milisi komunis di desa-desa orang Turki dan Pomaks.
Bentrok senjata tak terhindarkan, tapi tidak ada catatan jumlah korban jiwa anak-anak dan wanita. Yang adalah catatan tentang banyaknya orang Turki yang mengasingkan diri ke Belene – bekas kamp konsentrasi 1940-1950.