REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Enam orang Syiah dan dua prajurit tewas dalam bentrokan di dekat Sanaa, Kamis, ketika kelompok gerilya itu terus berusaha maju ke arah ibu kota Yaman tersebut, kata beberapa sumber suku dan keamanan.
Delapan orang lain Syiah Huthi, yang juga dikenal sebagai Ansarullah, cedera dalam bentrokan di Qaratel, sebuah daerah pegunungan sekitar 20 kilometer sebelah baratlaut Sanaa, kata sumber-sumber itu.
Bentrokan itu terjadi setelah serangan gerilya dan sesudah kekerasan mematikan selama beberapa hari antara Ansarullah dan orang-orang suku yang mendukung partai berpengaruh Sunni Al-Islah, yang menewaskan sedikitnya 22 orang sejak akhir pekan.
Bulan lalu, Presiden Abdrabuh Mansur Hadi dan partai-partai utama setuju membentuk federasi enam wilayah sebagai bagian dari transisi politik di Yaman yang dilanda kekacauan.
Kelompok gerilya itu, yang merasa Yaman akan terpecah menjadi wilayah-wilayah kaya dan miskin sesuai dengan rencana tersebut, berusaha memperbesar zona pengaruh mereka dengan keluar dari daerah-daerah pegunungan menuju wilayah di dekat Sanaa.
Pada awal Februari, gerilyawan itu menguasai bagian-bagian dari provinsi wilayah utara, Omran, dalam bentrokan-bentrokan yang menewaskan lebih dari 150 orang.
Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Alqaidah Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.
Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Alqaidah di Semenanjung Arab (AQAP).
AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.
Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari 2012 menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang telah berjanji menumpas Alqaidah.
Militan Alqqidah memperkuat keberadaan mereka di Yaman tenggara, dengan memanfaatkan melemahnya pemerintah pusat akibat pemberontakan anti-pemerintah yang meletus pada Januari 2011 yang akhirnya melengserkan Presiden Ali Abdullah Saleh.
Ofensif pasukan Yaman yang diluncurkan pada Mei 2012 berhasil menghalau militan Al Qaida dari sejumlah kota dan desa di wilayah selatan dan timur yang selama lebih dari setahun mereka kuasai.
Meski melemah, jaringan teror itu masih bisa melancarkan serangan-serangan terhadap sasaran militer dan polisi.