Jumat 14 Mar 2014 23:40 WIB

Saatnya Dakwah Melibatkan Generasi Muda (3-habis)

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: Reuters/Omar Sabheni
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Toleransi dan saling menghargai penting ditekankan saat berdakwah. Dalam berdakwah, ada etika yang mesti dipatuhi. Etika itu sebagai panduan agar dakwah berjalan maksimal.

Di antara fikih dakwah ada etika tidak boleh memaksakan pendapat karena masing-masing memiliki rujukan kepada ulama yang otoritatif. Mereka yang memaksakan pendapat dan pemahaman kerap menimbulkan gesekan dan perseturuan dalam dakwah. "Ini jelas merugikan banyak pihak," jelas Ketua Lembaga Dakwah Nahdhatul Ulama (LDNU) KH Zakky Mubarak..

Dakwah harus diiringi dengan sikap lapang dada, kedewasaan, dan mau menerima keragaman. "Kalau tidak bisa menerima keragaman, maka bisa mengancam kearifan lokal yang ada di sekitar kita," jelasnya.

Sikap keterbukaan dan lapang dada adalah kemauan untuk menerima perbedaan pemahaman yang berasal dari sumber ajaran. Umat Islam dalam berdakwah memiliki rujukan sama, Alquran dan hadis. Pemahaman terhadap keduanya kerap berbeda. Perbedaan tersebut akan sangat merugikan bila disikapi dengan gesekan, bahkan pengafiran.

Seorang dai, menurutnya, tidak boleh bersikap seperti itu. Dai harus mampu merangkul banyak pihak. Jangan sampai mengklaim kebenaran sepihak dan diiringi dengan pengafiran mereka yang merujuk kepada tradisi yang memiliki otoritas.

Gesekan dalam berdakwah menurutnya disebabkan kedangkalan ilmu. Pemahaman yang muncul sangat sempit, karena dai seperti itu kurang menguasai referensi-referensi utama. Akibatnya, dia mendakwahkan pemahaman yang sempit. Masyarakat diajaknya untuk memahami sesuatu secara tidak komprehensif. "Kasihan, umat jadi korban," tambahnya.

Katib Syuriah PBNU KH Yahya C Tsaquf menyatakan, belakangan ini ada saja kelompok orang yang menggugat tahlilan melalui dunia maya. Putra KH Cholil Bisri yang sering disapa Gus Yahya menyadari dunia internet sangat strategis untuk menyebarkan informasi. Masyarakat sudah mengandalkan internet untuk memperoleh informasi termasuk seputar keagamaan.  

Gus Yahya menyatakan, kelompok radikal dan fundamental telah menyebarkan ajarannya melalui teknologi informasi. Mereka mendapatkan akses informasi yang berlebih sehingga melakukan kampanye yang luas dengan didukung sumber daya melimpah. Tabdi' atau pembid'ahan pun mudah ditemukan, tak luput seperti tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW, tahlilan, dan sebagainya.

“Tradisi itu disebut bid'ah bahkan syirik,” ujar mantan juru bicara presiden KH Abdurrahman Wahid ini mencontohkan. Melihat kondisi demikian, kata Gus Yahya, NU akan memberdayakan semua potensi dan pemegang kebijakan, terutama pada bidang teknologi informasi.

Ketua Bidang Dakwah Pengurus Besar Muhammadiyah Agus Tri Sundani menyatakan perbedaan dalam memahami ajaran Islam adalah hal biasa. "Yang penting masih merujuk kepada Alquran dan hadis," jelasnya.

Pihaknya menyatakan, perbedaan pendapat dalam mendakwahkan ajaran Islam harus menjunjung tinggi toleransi. Harus saling menghormati. "Dan jangan sampai memutuskan tali silaturahim," imbuhnya.

Menurutnya, para dai harus sering bersilaturahim agar saling mengenal. Mereka nantinya dapat lebih akrab saat berdakwah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement