REPUBLIKA.CO.ID, Imam Syafi'i dalam Al-Umm meriwayatkan, bahwa Qadhi Abu Yusuf, murid Abu Hanifah pernah berkata, “Saya jumpai guru-guru kami dari para ahli ilmu, bahwa mereka itu tidak suka berfatwa, sehingga mengatakan ini halal dan ini haram, kecuali menurut apa yang terdapat dalam Alquran dengan tegas tanpa memerlukan tafsiran.”
Kata Imam Syafi'i selanjutnya, Ibnu Saib menceriterakan kepadaku dari ar-Rabi' bin Khaitsam—dia termasuk salah seorang tabi'in yang besar—dia pernah berkata sebagai berikut, "Hati-hatilah kamu terhadap seorang laki-laki yang berkata: Sesungguhnya Allah telah menghalalkan ini atau meridhainya, kemudian Allah berkata kepadanya: Aku tidak menghalalkan ini dan tidak meridhainya.”
“Atau dia juga berkata: Sesungguhnya Allah mengharamkan ini kemudian Allah akan berkata: "Dusta engkau, Aku samasekali tidak pernah mengharamkan dan tidak melarang dia.”
Imam Syafi'i juga pernah berkata: “Sebagian kawan-kawanku pernah menceriterakan dari Ibrahim an-Nakha'i—s alah seorang ahli fikih golongan tabi'in dari Kufah—dia pernah menceriterakan tentang kawan-kawannya, bahwa mereka itu apabila berfatwa tentang sesuatu atau melarang sesuatu, mereka berkata: Ini makruh, dan ini tidak apa-apa. Adapun yang kalau kita katakan: Ini adalah halal dan ini haram, betapakah besarnya persoalan ini!”
Demikianlah apa yang diriwayatkan oleh Abu Yusuf dari salafus saleh yang kemudian diambil juga oleh Imam Syafi'i dan diakuinya juga.
Hal ini sama juga dengan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Muflih dari Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, "Bahwa ulama-ulama salaf dulu tidak mau mengatakan haram, kecuali setelah diketahuinya dengan pasti."
Kami dapati juga imam Ahmad, misalnya, kalau beliau ditanya tentang sesuatu persoalan, maka ia menjawab: “Aku tidak menyukainya, atau hal itu tidak menyenangkan aku, atau saya tidak senang atau saya tidak menganggap dia itu baik.”
Cara seperti ini dilakukan juga oleh imam-imam yang lain seperti Imam Malik, Abu Hanifah dan lain-lain.