Oleh: Fuji Pratiwi
Mesin poles lantai (polisher), pengisap debu (vacuum cleaner), serta bahan-bahan kimia yang tepat sesuai material bangunan masjid jadi perlengkapan standar yang harus dimiliki bersama peralatan kebersihan umum lainnya.
Untuk sebuah polisher, dibutuhkan biaya antara Rp 8 juta hingga Rp 13 juta. Diakuinya angka itu besar untuk sebuah masjid. Tapi, akan lebih ringan jika dibeli patungan beberapa masjid. Sebab, penggunaannya pun hanya sekali sepekan.
Bekali pula pengurus masjid cara menggunakan dan merawat peralatan bermesin itu serta penggunaan cairan kimia. Mereka harus tahu apa yang dibutuhkan untuk membersihkan kaca, marmer, atau kayu. YBM, kata Winarso, siap memberi pelatihan semacam ini.
Manajemen harus dibenahi, baik pengurus maupun marbot, harus sama-sama membekali diri dengan ilmu. Sebab, masjid bukan hanya soal dakwah, tetapi juga pemeliharaan bangunan. Winarso menjelaskan, petugas kebersihan bisa digaji minimal Rp 1,5 juta per bulan.
Kotak amal dan hasil usaha masjid bisa dijadikan sumber pendanaan kebersihan masjid. Pengurus masjid harus kreatif dan berperan dalam manajemen masjid. Sebab, untuk menjaga kebersihan masjid membutuhkan dana.
“Jika kebersihan masjid bisa setara dengan kebersihan mal atau lebih baik lagi, mengapa tidak?” tanya Winarso.
Sekjen Dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Addaruquthni mengatakan, pihaknya saat ini menjalin kerja sama dengan YBM dalam upaya menjaga kebersihan masjid. Ada proyek percontohan yang dilakukan di Tangerang Selatan.
Salah satunya Masjid Fathullah, Ciputat, Tangerang Selatan. Lokasinya di depan UIN Syarif Hidayatullah. DMI memberikan akses YBM untuk masuk, membersihkan, dan memberi pelatihan ke masjid-masjid yang berada di bawah jaringan DMI.
Kerja sama ini bersifat nirlaba dan tanpa batas waktu. Evaluasi dan pembaruan rencana kerja dilakukan tiap tahun. DMI juga bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan terkait program Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).