REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) Harry Azhar Azis menegaskan bahwa akuisisi PT Bank Tabungan Negara, Tbk (BTN) oleh bank BUMN lainnya harus mendapat restu dari DPR. Kementerian BUMN berencana melepas kepemilikan sahamnya di PT Bank Tabungan Negara, Tbk (BTN).
Rencana pelepasan saham pemerintah tersebut tertuang dalam surat Kementerian BUMN tertanggal 11 April bernomor SR-161/MBU/04/2014 yang ditujukan kepada Direktur Utama BTN. Namun belum jelas apakah saham tersebut akan dibeli oleh PT Bank Mandiri, Tbk atau PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk (BRI).
Dalam surat Kementerian BUMN tersebut disebutkan bahwa perseroan harus menambahkan agenda Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) perseroan yang akan digelar bulan Mei mendatang. Penambahan agenda RUPSLB yang diminta adalah persetujuan prinsip atas perubahan pemegang saham perseroan.
Harry mengatakan, hasil RUPSLB tersebut tidak akan sah jika tidak mendapat izin DPR. "Itu harus masuk ke Komite Privatisasi dan dapat izin DPR. Tak bisa Bank Mandiri asal caplok begitu saja," ujar Harry, Rabu (16/4).
Ia mengaku hingga saat ini Pemerintah belum menyurati DPR terkait rencana pengalihan saham Pemerintah kepada Bank Mandiri. Padahal seharusnya jika Kementerian BUMN akan melaksanakan privatisasi BUMN, Kementerian BUMN harus melakukan surat menyurat pada Kementerian Keuangan dan DPR.
Harry mengatakan, Pemerintah dan Bank Mandiri harus menghadapi Komisi VI dan Komisi XI DPR sebelum aksi korporasi tersebut dilakukan. Namun, menurut dia, konsolidasi perbankan BUMN tidak masalah tergantung tujuannya. "Apakah misal karena menghadapi MEA, yang nanti ada qualified bank itu atau untuk apa itu yang kita belum tahu," ujarnya.