Selasa 22 Apr 2014 13:29 WIB

Pergulatan Islam dan Sekularisme (1)

Ilustrasi suasana di Kerajaan Ottoman.
Foto: Arts.wallpapers.com
Ilustrasi suasana di Kerajaan Ottoman.

Oleh: Rosita Budi Suryaningsih

Islam tidak mengakui pemisahan agama dan negara.

Islam pernah menorehkan sejarah sebagai sebuah negara dengan pandangan agama sebagai prinsipnya. Yaitu, di masa kepempimpinan Rasulullah SAW.

Rasulullah mencontohkan cara mengelola sebuah negara yang baik saat berada di Madinah. Ia membina rakyatnya, membuat sejahtera dengan memperhatikan berbagai aspek kehidupan.

Piagam Madinah yang disusunnya menjadi dasar bagi pelaksanaan sebuah negara Islam tersebut.

Yang perlu diperhatikan di sini, di dalam piagam tersebut termuat tentang bagaimana memperlakukan kaum lain selain Islam, yaitu tidak dengan memusuhi atau memusnahkan mereka, namun tetap membina hubungan baik. Piagam ini juga memuat hal-hal yang kini kita kenal dengan hak asasi manusia.

Kerajaan Islam yang pernah jaya dan kekuasaannya meluas ke berbagai wilayah dalam sejarah adalah Turki Usmani. Sehingga, setelah runtuhnya kekuasaan kesultanan ini, yang disebabkan oleh perebutan kekuasaan, maka wajah wilayah yang tadinya menjadi daerah kekuasaannya pun berubah.

John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern menjelaskan bahwa Turki kemudian mengubah wajah negaranya, tidak lagi mendasarkan pada tuntunan Islam.

“Adalah Mustafa Kemal yang memelopori negara ini agar tampil modern, melepaskan segala hal yang terlihat tradisional seperti agama Islam, agar tidak ketinggalan dengan negara Eropa lainnya,” tulisnya.

Pengalaman Islam untuk memisahkan urusan agama dengan negara sangat berbeda dengan pengalaman historis negara Eropa dan Kristennya. “Kristen mengakui pembedaan antara gereja dan negara, serta wilayah kekuasaan mereka yang berbeda. Islam tidak mengakui hal ini,” tulisnya.

Islam membedakan urusan din (agama) dan urusan daulah (negara), dalam masalah untuk mencapai keselamatan di akhirat dengan hal-hal yang bersifat dunya (kehidupan material di dunia ini).

Islam tidak pernah mendefinisikan persoalan agama dan politik sebagai dua institusi yang berbeda dan benar-benar terpisah. Kantor pemerintahan ada yang memberikan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan Islam, menjaga ummah (masyarakat), dan untuk menjamin pelaksanaan syariat.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement