REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Juventus, juara tiga gelar Liga Italia beruntun pada Minggu, sekarang harus menentukan apakah formula yang dimiliki untuk menggenggam sepak bola Italia akan berfungsi dengan baik untuk musim berikutnya dan memberi dampak di Liga Champions.
Dengan situasi di mana sebagian rivalnya terganggu masalah-masalah keuangan atau administratif, Juventus melakukan lebih dari mengulangi resep yang sama seperti yang dilakukan dua musim sebelumnya saat mereka memenangi gelar liga ke-30.
Juventus, salah satu dari sedikit tim papan atas yang menggunakan formasi 3-5-2, begitu stabil dalam tiga tahun terakhir. Bagaimanapun, Eropa merupakan cerita yang berbeda.
Setelah disingkirkan Bayern Muenchen dari Liga Champions musim lalu, Juventus kemudian tereliminasi di fase grup pada musim ini. Juventus pun tak mampu berbicara banyak di kancah Liga Europa setelah ditaklukan Benfica di semifinal.
Pelatih Juventus, Antonio Conte, mengatakan bahwa ia akan memerlukan beberapa rencana licik khas Italia dibanding menghabiskan dana besar untuk memperbaiki rekor tersebut.
"Tidak mudah bagi kami untuk merekrut pemain yang bernilai 30 juta euro atau bahkan 15 juta euro," kata Conte.
"Namun, tidak pernah ada yang gembira untuk bermain melawan tim Italia di Eropa,'' katanya. ''Tim-tim kami keras kepala, meski dalam masa-masa kesulitan keuangan."
Sejauh ini Juventus merupakan klub papan atas Italia yang paling terorganisir. Mereka menikmati keuntungan besar dengan bermain di stadion mereka sendiri yang modern.
Ketika rival-rivalnya menyewa untuk bermain di stadion-stadion yang terlalu besar sehingga jarang terisi penuh, Juventus menikmati dukungan bergelora dari stadion mereka yang padat dan selalu terisi penuh. Meski, markas mereka berlokasi di tempat yang kurang populer di kota Turin.