REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Junta militer Thailand mengatakan raja telah mengakui laporannya tentang pengambilalihan kekuasan oleh Dewan Perdamaian dan Mempertahankan Ketertiban Nasional.
Dalam satu pernyataan, junta mengatakan telah mengajukan surat kepada raja melalui Kantor Sekretaris Utama Pribadi yang Mulia sebanyak dua kali, pada 20 dan 22 Mei, melaporkan tentang deklarasi darurat militer dan perebutan kekuasaan.
Panglima militer Thailand mengumumkan dalam pidato televisi kepada bangsanya Kamis bahwa angkatan bersenjata merebut kekuasaan setelah berbulan-bulan terjadi kekacauan politik yang mematikan di kerajaan itu.
"Agar negara kembali normal dengan cepat, Komite Penjaga Perdamaian Nasional terdiri dari angkatan darat, Angkatan bersenjata Thailand, Angkatan Udara Kerajaan dan polisi perlu merebut kekuasaan pada 22 Mei pada pukul 16.30 waktu setempat," kata Panglima Militer, Jenderal Prayut Chan-O-Cha, Sabtu (24/5).
Chan-O-Cha, yang memberlakukan darurat militer pada Selasa mengatakan kudeta diperlukan untuk mencegah konflik yang semakin tinggi. "Semua warga Thailand harus tetap tenang dan pejabat pemerintah harus bekerja seperti biasa," tambahnya.
Langkah itu muncul setelah pembicaraan yang diselenggarakan antara militer dan para pesaing politik di kerajaan dan ternyata gagal untuk mencapai kompromi guna mengakhiri hampir tujuh bulan protes massa di jalan-jalan Bangkok.