REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih terus melemah. Bank Indonesia (BI) menyatakan penguatan rupiah harus dimulai dengan perbaikan neraca perdagangan. Pasalnya, neraca perdagangan yang defisit adalah salah satu sentimen negatif yang menyebabkan pelemahan rupiah.
Rupiah hari ini, Kamis (5/6), dalam JISDOR diperdagangkan pada Rp 11.874 per dolar AS, melemah 64 poin dari hari sebelumnya. Rupiah mulai tertekan semakin dalam sejak Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan angka neraca perdagangan Indonesia yang defisit 1,97 miliar dolar AS. Rupiah langsung terjerembab ke angka Rp 11.740 per dolar AS saat itu.
Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengatakan, Indonesia harus menjaga agar neraca perdagangan kembali surplus dan defisit transaksi berjalan membaik agar rupiah menguat. "Kalau terkait nilai tukar, faktornya adalah kalau seandainya neraca perdagangannya ada defisit begitu besar, bagaimana kita mau menguat rupiahnya? Jadi memang perlu effort bagaimana kita memperbaiki defisit transaksi berjalan," ujar Agus, Kamis (5/6).
Perbaikan neraca perdagangan dilakukan dengan meningkatkan ekspor dan memperbaiki neraca pendapatan dan jasa. Namun, secara musiman, neraca perdagangan dan transaksi berjalan Indonesia selalu tertekan di kuartal 2. Agus meyakini, neraca perdagangan akan kembali membaik di kuartal 3. "Itu memerlukan kerja keras semua pihak. Apakah di pusat, daerah dan tentu bersama BI," ujarnya.
Hal lain yang menyebabkan rupiah melemah adalah kondisi perkembangan politik di Indonesia. Sebagaimana diketahui, Indonesia tengah menghadapi Pemilihan Presiden (Pilpres). Persaingan antara dua kandidat calon presiden (Capres) cukup ketat sehingga investor melakukan wait and see.
"Memang terlihat kondisi pelaksanaan Pilpres itu ada satu mekanisme kampanye dimana calonnya cuma dua dan ada satu persaingan yang cukup ketat itu juga direspons oleh pelaku pasar. Saya melihat ini semua adalah musiman," ujarnya.