REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemimpin kelompok HAMAS menuduh partai Fatah telah membahayakan kesepakatan rekonsiliasi pada Selasa atau hanya satu pekan setelah terbentuknya pemerintah persatuan antara kedua faksi yang berseteru di Palestina tersebut.
Persoalan muncul setelah pemerintah gabungan Palestina tidak membayar gaji 40.000 pegawai negeri sipil yang diangkat oleh HAMAS di Gaza. Para PNS tersebut harus menjalani pemeriksaan terlebih dahulu sebelum menerima gaji.
Sebelum pemerintah gabungan terbentuk, HAMAS adalah partai yang berkuasa di Gaza sejak 2007 sementara Fatah membentuk pemerintahan terpisah bernama Otoritas Palestina di Tepi Barat.
Ketegangan terjadi di dekat Tepi Barat para Senin saat pasukan keamanan yang loyal terhadap Presiden Mahmoud Abbas (yang berasal dari Fatah) menggunakan kekerasan untuk membubarkan unjuk rasa para pendukung HAMAS dan menyerang pemimpin gerakan tersebut, Hassan Yousesef.
"Ini bukanlah persatuan. Mereka menggunakan kekerasan untuk memaksa kami untuk berkata kami tidak ingin rekonsiliasi. Padahal kami benar-benar menginginkan rekonsiliasi," kata Youssef kota Ramallah pada Selasa.
Sementara itu Fatah juga menuduh sejumlah aktivis HAMAS telah menyerang pendukungnya di kota Hebron, Tepi Barat, pada Selasa dan sehingga menyebabkan empat orang harus dirawat.
Seorang pejabat senior dari Fatah, Azam al-Ahmad mengatakan bahwa keterlambatan pembayaran gaji PNS bukan merupakan kesalahan pemerintah gabungan. Dia mengatakan bahwa pemerintah membutuhkan empat bulan untuk menyelesaikan proses pemeriksaan PNS dari Gaza.
"Kami kembali menyatakan kepercayaan terhadap pemerintah gabungan dan menolak upaya untuk memunculkan keraguan terhadapnya. Pemerintah juga bukan merupakan pihak yang bertanggung jawab atas persoalan terbaru (penundaan pembayaran gaji)," kata dia.
Potensi pecahnya rekonsiliasi Palestina mungkin merupakan kabar baik bagi Israel yang selama ini mendesak masyarakat internasional untuk tidak mengakui pemerintah gabungan Fatah-HAMAS karena menilai HAMAS sebagai kelompok teroris.
Meskipun demikian sejumlah negara Barat, termasuk Amerika Serikat, telah menyatakan dukungan terhadap pemerintahan Palestina yang baru.
Ketegangan juga meningkat di Gaza karena saat pegawai HAMAS belum dibayar pekerjaannya, staf yang terikat dengan Otoritas Palestina justru tetap menirma gaji.
Saat HAMAS mengambil alih kekuasaan di Gaza pada 2007, pihak Otoritas Palestina di Tepi Barat tetap membayar gaji 70.000 PNS di Gaza meskipun sebagian besar dari mereka tidak lagi bekerja.
Setelah pemerintah gabungan terbentuk, sebagian di antara PNS dari Otoritas Palestina di Gaza itu berencana untuk kembali mengerjakan tugas-tugas lamanya. Namun masih belum jelas bagaimana proses reintegrasi mereka dengan pegawai dari HAMAS.