REPUBLIKA.CO.ID,
Produsen kue-kue kering mendulang berkah menjelang Lebaran.
Selepas Lebaran nanti, ketika usaha kue ini kembali tutup, Yusuf mengaku akan kembali menjadi tukang urut. Sama halnya dengan Nawi yang bekerja di depan oven tadi. Setelah Lebaran, dia berencana kembali ke sawah. “Bertani lagi. Nanti tahun depan ke sini lagi,” kata Nawi.
Di dekat pintu ruang tamu, duduk tiga gadis muda belasan tahun. Mereka khusyuk memilin adonan menjadi sama bagian pipih seukuran jari. Gesit, dalam sekejap loyang sudah berisi adonan yang dicetaknya.
Salah satu dari mereka bernama Rosa Meliasari. Gadis lulusan SMA ini sengaja membantu usaha kue rumahan Ujang untuk menambah uang saku. “Biasanya kami cuman main. Kalau begini, dapat uang,” ujarnya.
Usaha kue rumahan milik Ujang ini diakui karyawannya sangat membantu mereka secara ekonomi. Dari 26 karyawan Ujang, empat di antaranya sengaja dipanggil Ujang dari daerah.
Banyaknya pesanan kue membuatnya perlu tambahan tenaga kerja. Ujang mengaku dalam sehari omzetnya mencapai lebih dari Rp 20 juta. “Itu dikurangi modal enam juta setiap harinya dan gaji karyawan.”
Untuk gaji, Ujang membayar karyawannya sesuai dengan jenis tugas yang dijalankan. “Upahnya bervariasi. Tergantung kerjaan.
Untuk tukang oven seperti Nawi, gajinya 55 ribu per hari. Kalau tukang adonan, dapet 50 ribu. Kalau yang naruh kacang di kue, 45 ribu. Nah, kalau lembur, gajinya dobel. Jadi, Nawi kalau lembur, bisa dapet 110 ribu,” kata Ujang memaparkan.
Jadi, terbayang bukan bagaimana menguntungkannya usaha rumahan ini? Ujang sendiri mengaku bersyukur bisa membantu tetangganya.
Malahan, dengan usahanya itu tepian Ciliwung bisa berganti aroma, dari bau amis menjadi wangi kue. “Saya harap nanti aroma ini bisa tercium sepanjang tahun, tidak pas puasa saja,” ujar Ujang diiyakan istrinya, Onih.