REPUBLIKA.CO.ID, Popularitas majelis taklim naik daun di era 1980-an saat Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) berdiri.
Kata majelis taklim tak lagi asing di telinga masyarakat Indonesia. Kata ini marak digunakan untuk kumpulan pengajian. Tetapi, ada fakta menarik, yaitu istilah majelis taklim hanya ada di Tanah Air.
Di negara lain, ungkap Ketua Lembaga Bahtsul Masail Nahdhatul Ulama (LBMNU) KH Zulfa Mustafa, majelis taklim tidak dikenal. Secara etimologi, istilah tersebut terdiri dari dua kata yakni majlis. Asal katanya jalasa dalam bahasa Arab yang artinya ‘duduk’.
Majlis adalah bentuk kata tempat ism makan dari kata dasar ‘duduk’ tersebut. Sedangkan kata taklim berasal dari kata ta'lim adalah bentuk masdar yang berarti ‘pengajaran’. Asal katanya 'allama. “Penggabungannya berarti tempat pengajaran,” katanya.
Dalam tradisi negara lain, istilah majelis taklim dikenal dengan sebutan halaqah. Dalam tradisi tasawuf, ada zawiyah. Semua kata itu menggambarkan kondisi sekelompok Muslim yang berkumpul untuk belajar. Mereka mengkaji ilmu keagamaan, baik dari aspek teologi, filsafat, maupun tasawuf.
Menurutnya, majelis taklim adalah salah satu lembaga pendidikan keagamaan nonformal yang bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Proses pembelajaran di dalamnya mengarah kepada pembentukan akhlak mulia bagi jamaahnya, serta mewujudkan rahmat bagi alam semesta.
Majelis taklim merupakan tempat pangajaran atau pendidikan agama Islam yang paling fleksibel dan tidak terikat oleh waktu. Sifatnya terbuka. Usia berapa pun, profesi apa pun, suku apa pun, dapat bergabung di dalamnya. Waktu penyelenggaraannya pun tidak terikat, bisa pagi, siang, sore, atau malam. Lokasi taklim pun bisa dilakukan di dalam maupun di luar ruangan.
Menurut Zulfa, lembaga ini memiliki dua fungsi utama. Pertama, fungsi dakwah. Kedua, majelis taklim memiliki fungsi pendidikan. Kegiatan yang tidak formal dan tidak mengikat membuat masyarakat yang mengikuti kegiatan ini aktif tanpa ada paksaan.
Mereka lebih serius mempelajari agama di majelis taklim ketimbang sekolah. Ketika penceramah di majelis taklim mengimbau hindarilah omongan yang tidak terpuji, dan kemudian jangan menyakiti hati orang lain, “Ini akan efektif,” ujar KH Zulfa. “Banyak nantinya yang mengikuti pesan itu.”