REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Rencana Amerika Serikat untuk mengevakuasi ribuan pengungsi Yazidi di Gunung Sinjar, Irak, nampaknya akan dibatalkan. Tim peneliti AS yang dikirim Rabu (13/8), untuk memantau situasi menyatakan para pengungsi dalam keadaan baik dan jumlahnya tak sebanyak yang dilaporkan sebelumnya.
Pada Rabu (13/8) malam waktu setempat, para pejabat AS mengatakan telah mengirim sebuah tim militer untuk menilai kondisi pengungsi di Gunung Sinjar. Tim yang terdiri dari sekitar 20 orang tersebut, mendapati jumlah pengungsi jauh lebih sedikit dengan kondisi yang relatif baik.
Tim pasukan AS dan Lembaga Bantuan Internasional Usaid melaporkan, tim tiba di lokasi dan kembali dengan selamat ke Arbil melalui jalur udara. Sekertaris pers Pentagon Laksamana John Kirby mengatakan dalam pernyataan, para pengungsi di Sinjar telah meninggalkan gunung dalam beberapa hari terakhir.
Sementara itu Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel memuji pengiriman bantuan udara berupa makanan dan air, yang membantu para pengungsi bertahan hidup. Tak hanya itu ia juga memuji serangan udara yang dianggap membantu menjauhkan militan dari pengungsi.
"Dari hasil survei lapangan, saya pikir lebih kecil kemungkinan kami akan melakukan proses penyelamatan seperti yang direncanakan. Tapi bukan berarti kami tak akan melakukannya," kata Hagel, dilansir AP.
Menurut Hagel, Irak tetap menjadi negara yang bermasalah. Namun ia menambahkan, survei yang dilakukan di Sinjar menunjukkan sedikit kabar baik. "Tapi ini belum berakhir, belum selesai," katanya.
Sebelumnya AS berencana menurunkan sekitar 130 personel militer ke Gunung Sinjar, untuk mengevakuasi pengungsi Yazidi. AS bahkan telah merancang rencana untuk menyelamatkan pengungsi melalui jalur udara.
Namun Wakil Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, Ben Rhodes mengatakan, ke 130 personel tak akan turut campur dalam pertempuran di Irak. Ke 130 tentara berkumpul di Arbil pada Selasa (12/8). Mereka rencananya akan membawa empat pesawat V-22 Osprey, yang mampu mendarat dan lepas landas secara vertikal.
Menurut Rhodes sebenarnya, Obama telah berulang kali melarang penempatan kembali pasukan AS dalam perang di Irak. Obama sangat enggan menghidupkan kembali peran militer di Irak, setelah penarikan pasukannya pada 2011 silam.
Penarikan pasukan 2011 lalu dilakukan AS, untuk mengakhiri perang 'mahal' yang mengikis reputasi AS di dunia luas.Namun Kamis (7/8) lalu, Obama setuju mengirim kembali 700 tentaranya untuk membantu membimbing pasukan Iran dan Kurdi. Ini dilakukan setelah militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), menghancurkan seluruh barat laut Irak.