Senin 18 Aug 2014 11:30 WIB

Peran Penting KBIH dalam Pelaksanaan Ibadah Haji (1)

Rep: c78/ Red: Damanhuri Zuhri
Ibadah haji di Kabah, Makkah
Foto: Erik Purnama Putra/Republika
Ibadah haji di Kabah, Makkah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Hingga saat ini, pemerintah belum menemukan cluster yang tepat dan tidak melanggar regulasi terhadap pembimbing kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH) dalam kuota haji.

Maka, keikutsertaan pembimbing KBIH untuk berangkat haji setiap tahun masih dimasukkan ke dalam kuota haji reguler dengan proses pelunasan periode kedua.

"Kita pernah ada satu kajian, diimbau agar pemerintah daerah dalam penentuan tim pembimbing haji daerah (TPHD) yang menggunakan kuota petugas itu merekrut KBIH, karena dia orang daerah yang menyertai daerah," kata Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama (Kemenag) Abdul Djamil, Rabu (13/8).

Abdul Djamil meminta kepada seluruh kepala daerah seperti gubernur, bupati, dan wali kota untuk memperhatikan keberadaan KBIH di daerahnya masing-masing.

Tujuannya agar, dalam perekrutan TPHD, para pembimbing KBIH tidak terlewatkan dan ikut diseleksi sebagai petugas haji. Menurut Abdul Djamil, pembimbing KBIH memiliki peran yang besar dalam membina calon haji dalam mempersiapkan ibadahnya di Tanah Suci.

Namun kendalanya, jika para pembimbing KBIH ingin dimasukkan sebagai kategori pembimbing haji, maka harus mengikuti peraturan dari Kemenag serta melewati rangkaian seleksi.

Selain itu, ketika berstatus sebagai pembimbing haji, mereka harus bersedia ditempatkan di kloter haji manapun dan juga harus menghadapi ratusan jamaah dalam satu kloter. "Sementara kebanyakan inginnya tidak terpisah dari jamaah haji di KBIH-nya sendiri," ujarnya.

Begitu pun jika pembimbing KBIH masuk perekrutan pelayanan transportasi haji. Secara fisik, ia harus mempersiapkan diri dalam mengawal jamaah pulang-pergi pemondokan-Masjidil Haram.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement