REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli menilai, RAPBN 2015 yang dibacakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Paripurna DPR RI pada Jumat (15/8) lalu merupakan bom waktu. Karena itu, kalau pemerintahan mendatang tidak canggih membuat terobosan-terobosan, maka dalam RAPBN itu banyak jebakan yang akan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Rizal tak merinci apa yang dimaksud jebakan-jebakan tersebut. “Kalau pertumbuhan ekonomi hanya 5,5persen, maka rakyat tak akan mendapat apa-apa. Jadi, kalau RAPBN itu tidak dibongkar dengan melakukan kreasi dan terobosan ekonomi dengan pertumbuhan sampai 7 persen, maka pemerintahan itu akan bertahan hanya dua tahun,” tegas Rizal Ramli dalam diskusi ‘Membedah RAPBN 2015’ di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (21/8).
Menurut Rizal, ada dua hal penting dari RAPBN tersebut, yaitu perubahan oposisi strategis, dan perubahan ekonomi yang strategis. “ Oposisi ke depan akan lebih serius dan konprontatif, karena mereka ini menguasai 2/3 DPR RI. Kalau pemerintah tidak canggih, maka DPR akan banyak membuat masalah,” ujarnya.
Perubahan yang strategis tersebut adalah tampilnya China, Korea, dan Jepang sebagai kekuatan ekonomi dunia, dan Barat sedang bermasalah. “SBY diuntungkan dengan kondisi itu,” katanya.
Namun dari RAPBN itu, Rizal Ramli menilai Presiden SBY hanya sebagai politisi. Sebab, terjadi 4 defisit; defisit perdagangan, defisit transaksi berjalan (selama negatif maka rupiah terus melemah), defisit pembayaran, dan defisit APBN. “Kalau pemerintah nanti tidak hati-hati, maka ekonomi kita akan memasuki lampu merah. Sebaliknya, kalau canggih, akan masuk kembali menjadi lampu hijau,” ujarnya.