Jumat 22 Aug 2014 20:21 WIB

Berkah Kemerdekaan dan Dakwah Islam (5)

Mohammad Natsir, setelah Masyumi dibubarkan, mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII).
Foto: Wordpress.com/cs
Mohammad Natsir, setelah Masyumi dibubarkan, mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII).

Oleh: Tiar Anwar Bachtiar     

Dakwah Islam tidak pernah berhenti dalam berbagai bentuknya di Indonesia.

Menjelang kemerdekaan hampir setiap pemimpin Islam disibukkan memikirkan bagaimana cara Indonesia terbebas dari penguasa kafir-Belanda. Ini jihad nyata yang ada di hadapan mereka.

Selepas itu, hampir semua disibukkan mempersiapkan negara baru agar tidak keluar dari jalur Islam. Ini pun sesungguhnya bentuk dakwah. Hanya saja, konsentrasinya pada pengaturan kekuasaan. Banyak garapan dakwah lain yang perlu pengembangan, terutama dalam bidang kaderisasi umat dan pengembangan ilmu pengetahuan berdasarkan Islam.

Depolitisasi oleh para penguasa terhadap para politisi Islam akhirnya membuahkan hasil cukup menggemberikan.

Mohammad Natsir, setelah Masyumi dibubarkan, mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). Ia terkenal dengan ungkapannya. “Dulu kita berdakwah dengan politik; kini kita berpolitik dengan dakwah.” Itulah optimisme dakwah yang tak pernah berhenti.

Dakwah tidak pernah kalah. Ibarat air mengalir. Ketika dibendung, ia akan menguap dan menjadi awan, untuk turun lagi menjadi hujan, membasahi bumi yang haus siraman dakwah. Slogan ini pula yang diamalkan oleh banyak aktivis politik yang digusur dari kekuasaan. Mereka akhirnya kembali terjun ke dunia dakwah. Perguruan-perguruan tinggi Islam didirikan di mana-mana.

Perguruan tinggi sekuler dijadikan lahan dakwah baru menjadi kader-kader calon pemimpin melalui gerakan LDK (Lembaga Dakwah Kampus). Ribuan cendekiawan Muslim lahir dan menempati posisi-posisi penting di jajaran birokrasi pemerintahan.

Jika di tahun 1970-1980-an, ada menteri Muslim yang menolak mengucap salam Islam, kini elite-elite politik berlomba-lomba menampilkan diri lebih Islami agar diterima kehadirannya. Salam, shalawat, dan doa, seperti menjadi menu wajib dalam berbagai ritual politik.

Pesantren-pesantren diperbaiki manajemen dan performanya untuk menyaingi lembaga-lembaga pendidikan non-Islam dan sekuler. Masjid-masjid terus disasar untuk dihidupkan. Lembaga-lembaga dakwah pun berdiri di mana-mana, bahkan sampai menjangkau pelosok-pelosok negeri. Hasilnya cukup menggembirakan.

*Peneliti INSISTS/Ketua Umum PP Persis

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Tahu gak? kalau ada program resmi yang bisa bantu modal usaha.

1 of 8
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوْا بِطَانَةً مِّنْ دُوْنِكُمْ لَا يَأْلُوْنَكُمْ خَبَالًاۗ وَدُّوْا مَا عَنِتُّمْۚ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاۤءُ مِنْ اَفْوَاهِهِمْۖ وَمَا تُخْفِيْ صُدُوْرُهُمْ اَكْبَرُ ۗ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْاٰيٰتِ اِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan teman orang-orang yang di luar kalanganmu (seagama) sebagai teman kepercayaanmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharapkan kehancuranmu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat. Sungguh, telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu mengerti.

(QS. Ali 'Imran ayat 118)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement