REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Petempur Kurdi didukung serangan udara pimpinan Amerika Serikat menahan serangan gerilyawan ISIS atas kota perbatasan Suriah, Sabtu, di tengah-tengah kecaman antarbangsa terhadap tindakan kelompok itu, yang membunuh seorang sandera asal Inggris.
Belasan petempur ISIS, yang menguasai daerah luas Suriah dan Irak, dilaporkan tewas dalam serangan terkini sekutu.
Kota Kobane di perbatasan Turki menjadi medan tempur penting antara ISIS yang kini berganti nama IS (Islamic State) dan musuh-musuhnya yang termasuk para petempur Kurdi serta Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya.
Militer AS mengatakan empat serangan udara menghantam daerah itu Jumat malam.
Pertempuran berlangsung Sabtu ketika para petempur IS berusaha merebut puncak bukit yang strategis yang akan memberikan mereka akses ke kota itu, kata para pegiat.
Peluru-peluru mortir menghantam kota itu sementara asap membumbung diatasnya, kata satu tim AFP di daerah Turki perbatasan itu.
"Perlawanan terus dilakukan. Bahaya belum teratasi," kata Sebahat Tuncel, seorang anggota Kurdi dari parlemen Turki kepada wartawan setelah mengunjungi Kobane.
Lima petempur IS tewas akibat serangan-serangan udara dekat kota itu, serta 30 orang lagi di sekitar Shadadi di Suriah timur laut, kata kelompok pemantau Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR).
Para petempur IS menembakkan setidaknya 90 peluru mortir ke Kobane yang juga dikenal bernama Ain al-Arab.
Pertempuran itu menewaskan setidaknya 10 anggota milisi Kurdi, kaa SOHR, yang memantau konflik itu.
Tetapi pegiat Mustafa Ebdi mengatakan petempur Kurdi terbuai dengan keberhasilan-keberhasilan mereka dalam serangan sejauh ini, menyatakan gerilyawan IS berharap merebut kota itu Sabtu saat Idul Adha.
"Sejauh ini mereka gagal memasuki kota itu," kata Ebdi.
IS memulai gerak majunya di Kobane pada 16 September berusaha memperkuat kekuasaannya atas perbatasan yang panjang itu.
Tindakan itu memicu eksodus penduduk dari kota itu dan desa-desa sekitarnya, dengan 186.000 orang lari ke Turki.