REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran mengatakan pada Senin (4/8/2025) bahwa mereka tidak akan memasukkan kemampuan pertahanan negara tersebut dalam negosiasi apa pun terkait program nuklirnya. Iran sebelumnya telah berulang-kali bahwa program pengayaan uranium dalam negeri tidak bisa dinegosiasikan.
“Kemampuan pertahanan Iran tidak akan pernah menjadi subjek negosiasi,” kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmail Baqaei, dalam konferensi pers di Teheran, sebagaimana laporan kantor berita milik pemerintah, IRNA.
Baqaei mengonfirmasi bahwa saat ini tidak ada inspektur nuklir internasional yang beroperasi di Iran. Namun, dia menyebutkan bahwa kunjungan Wakil Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Massimo Aparo, dijadwalkan akan berlangsung “dalam 10 hari ke depan.”
Baqaei menambahkan bahwa parlemen Iran sebelumnya telah mengesahkan undang-undang yang menangguhkan beberapa aspek keterlibatan Iran dengan IAEA, dan langkah selanjutnya akan ditentukan setelah kunjungan Aparo. Pada 16 Mei, tiga negara Eropa penandatangan perjanjian nuklir tahun 2015 — Inggris, Prancis, dan Jerman — bertemu di Istanbul dan sepakat untuk menjaga komunikasi, di tengah perundingan tidak langsung antara Iran dan Amerika Serikat.
Negosiasi antara Iran dan Amerika Serikat sebelumnya dilakukan dengan mediator Oman, hingga terjadi serangan mendadak Israel terhadap Iran pada 13 Juni, yang memicu perang selama 12 hari. Serangan tersebut menargetkan situs militer, nuklir, dan sipil, serta para komandan militer senior dan ilmuwan nuklir Iran.
Teheran meluncurkan serangan rudal dan drone sebagai balasan, sementara AS mengebom tiga fasilitas nuklir Iran. Konflik tersebut akhirnya berhenti setelah kesepakatan gencatan senjata yang disponsori oleh AS, yang mulai berlaku pada 24 Juni.