REPUBLIKA.CO.ID, TEHRAN -- Iran menolak kritik yang dilayangkan International Atomic Energy Agency (IAEA) pasca penolakan terhadap kedatangan ahli IAEA untuk investigasi masalah senjata nuklir.
Tehran mengatakan mereka punya hak untuk memutuskan siapa saja yang akan memasuki wilayah teritorialnya.
Tehran tidak meloloskan visa milik seorang anggota tim investigasi IAEA yang diperkirakan seorang ahli bom atom. Hal ini memicu kecurigaan barat bahwa memang ada yang dilanggar Iran. Selama ini mereka diam seribu bahasa di PBB.
Rencananya, anggota IAEA tersebut akan mengunjungi Tehran pada 31 Agustus untuk melakukan investigasi lanjutan terkait kemungkinan adanya program senjata nuklir. Ini adalah ketiga kalinya Tehran menolak kunjungan dari pihak barat.
Padahal, IAEA mengatakan kunjungan itu penting untuk mengidentifikasi melalui aktifitas IAEA. Lembaga ini telah bertahun-tahun mencoba menginvestigasi tuduhan bahwa Iran merancang bom nuklir. Namun, Iran berulang kali menolak pernyataan tersebut.
Mereka mengatakan aktifitas nuklir mereka aman. Anggota IAEA sebenarnya memiliki hak untuk menolak akses ke inspektor invidu yang dirancang badan PBB. Namun Iran telah berulang kali menahan siapa pun terutama dari barat, termasuk AS untuk mengecek situs nuklirnya.
Pejabat barat mengatakan Iran harus bekerjasama dengan wakil IAEA jika ingin mencapai hubungan diplomatik yang aman. Bulan lalu, laporan IAEA menyebutkan Iran gagal menjawab pertanyaan terkait kemungkinan dimensi militer dalam program nuklirnya.
Iran menyebut tuduhan itu tidak berdasar. Namun mereka berjanji, sejak Hassan Rouhani terpilih menjadi presiden, Iran akan bekerjasama dengan IAEA untuk menghilangkan kecurigaan mereka. "Kita lanjutkan kerjasama dengan IAEA untuk menghilangkan ambigu dan menyelesaikannya," kata delegasi yang menghubungkan Iran dengan IAEA, dikutip Reuters, Kamis (9/10).
Sementara, diplomat dari AS, Iran dan Uni Eropa akan bertemu di Vienna minggu depan untuk membicarakan masalah nuklir Iran, yang menuju tenggat waktu 24 November. Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Cathetine Ashton akan bertemu dengan menteri luar negeri Mohammad Javad Zarif pada 14 Oktober.
Kemudian mereka akan bergabung hari selanjutnya dengan Sekretaris Negara AS John Kerry. Para diplomat berkomitmen untuk mencari kesepatakan meskipun hasil akhirnya tidak dijamin. Mereka menginginkan perbedaan yang signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Pejabat senior Iran juga mengatakan mereka akan melakukan pertemuan bilateral dengan AS di Vienna sebelum sesi dengan enam kekuatan dunia.