Kamis 16 Oct 2014 19:28 WIB

Bank Sentral Lambat Respon Pasar, Saham Global Rontok

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
Sekjen PBB menyampaikan laporan mengenai krisis ebola di hadapan petinggi IMF dan Bank Dunia (9/10).
Foto: Reuters
Sekjen PBB menyampaikan laporan mengenai krisis ebola di hadapan petinggi IMF dan Bank Dunia (9/10).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Saham global telah merosot tajam karena kekhawatiran tentang lemahnya pertumbuhan ekonomi. Hal ini menekan kepercayaan investor global, Kamis (16/10).

Di AS, indeks Dow Jones turun 2,5 persen, sebelum pulih ke 16,141.74 terjadi penurunan satu persen. Pasar Eropa juga melemah tajam.

Indeks Dow turun lebih dari seribu poin, atau enam persen dari bulan lalu. Harga minyak juga terus meluncur turun.

Harga minyak mentah Brent jatuh ke 83,78 dolar AS per barel dan US light 81,78 dolar AS. Harga Brent jatuh 20 persen sejak musim panas karena pasokan melimpah.

Saham merosot pada Rabu mendorong S & P 500 kehilangan hampir 8 persen sejak pertengahan September. Dolar jatuh dan harga obligasi AS melonjak setelah inflasi Tiongkok yang lemah. Harga produsen AS dan data penjualan ritel menambah kekhawatiran ekonomi dunia bisa lebih lemah dari yang diperkirakan.

Ketika pasar saham berbelok pekan lalu, banyak pembuat kebijakan awalnya menurunkannya. Pada kenyataannya, beberapa pasar kembali sehat.

‘’Ini mengingatkan saya pada peningkatan yang massif yang kita lihat selama krisis 2008. Ketika itu ada kekhawatiran bahwa ekonomi global akan turun sangat rendah,’’ kata Nick Stamenkovic, ahli strategi RIA Capital Markets yang berbasis di Edinburgh.

Ekonom biasanya akrab dengan kebijakan bank sentral yang mengatakan tidak ada keraguan bahwa para pejabat khawatir oleh pasar yang berbelok tajam menjadi buruk. Hal ini kurang jelas bagaimana dan kapan mereka akan merespon.

Selama seminggu terakhir investor telah mendorong kembali waktu yang diharapkan untuk kenaikan tarif Fed awal dari musim panas mendatang hingga akhir tahun 2015 atau bahkan hingga 2016.

Sejak krisis keuangan melanda enam tahun lalu, bank sentral telah berada di garis depan dari kampanye untuk menyelamatkan ekonomi global. Caranya dengan memangkas tarif menjadi nol dan memompa triliunan dolar ke dalam ekonomi dunia melalui kebijakan yang tidak konvensional seperti membeli sejumlah besar utang pemerintah .

Pada pertemuan Dana Moneter Internasional pekan lalu, gubernur bank menunjukan bahwa misi mereka adalah memperbesar dan meminta pemerintah untuk melakukan bagian mereka untuk meningkatkan permintaan dan pertumbuhan lapangan kerja dengan berinvestasi di bidang infrastruktur.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement