Ahad 26 Oct 2014 16:34 WIB

Hasil Riset: Kelas Menengah Muslim Semakin Makmur dan Religius

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Agung Sasongko
 Sejumlah umat Islam melakukan doa bersama di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta, Ahad (19/10). (Antara/Muhammad Adimaja)
Sejumlah umat Islam melakukan doa bersama di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta, Ahad (19/10). (Antara/Muhammad Adimaja)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Lembaga riset yang khusus mengkaji konsumen kelas menengah Indonesia, Center for Middle Class Consumer Studies (CMCS) menyebutkan konsumen kelas menengah Muslim semakin makmur justru semakin religius.

Peneliti dari CMCS, Yuswohady mengatakan, pihaknya mengadakan riset ini selama setahun dengan 1.000 responden kelas menengah Muslim yang berasal dari enam kota, diantaranya yaitu Jakarta,Surabaya,Medan, hingga Bandung. Responden yang diteliti kali ini yang mengeluarkan uang untuk belanja dengan rentang nominal Rp 4 juta sampai Rp 14 juta per keluarga perbulan.

Hasilnya, kata dia, potensi konsumen Muslim Indonesia sangat menantang. Tidak hanya potensinya yang luar biasa besar yaitu jumlah konsumen Muslim mencapai 87 persen dari seluruh penduduk Indonesia, tetapi dinamika perubahannya sejak beberapa tahun terakhir mencengangkan. Ini terlihat dari sejak adanya Bank Muamalat tahun 1991, Bank syariah di Indonesia tumbuh luar biasa mencapai hampir 40 persen setiap tahunnya. Pertumbuhan itu jauh melebihi pertumbuhan bank konvensional yang tidak sampai 20 persen.

“Memang penetrasi asetnya belum mencapai 5 persen dari total pasar perbankan Indonesia. Namun geliatnya menjanjikan,” ujarnya saat pemaparan seminar mengenai Menyasar kelas menengah muslim, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Saat ini, ia menyebutkan ada 11 bank umum syariah (BUS), 23 unit usaha syariah (UUS), dan 160 bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS). Selain itu, dia melanjutkan, konsumen kelas menengah Muslim semakin kaya ternyata semakin giat bersedekah dan membayar zakat.

“Salah satu Direktur Dompet Dhuafa (DD) Thoriq Helmi mengatakan kepada saya kalau zakat yang ditampung di DD sebagian besar berasal dari kelas menengah Muslim dan potensinya terus bertumbuh dari tahun ke tahun. Menariknya, 90 persen lebih mereka membayar zakat melalui transaksi elektronik seperti electronic channel, anjungan tunai mandiri (ATM), debit dan lain-lain,” ujarnya.

Tak hanya itu, fenomena dinamika produk Muslim yaitu kosmetik Wardah muncul sebagai pemain yang mencapai puncak sukses seiring dengan revolusi Muslimah pemakai hijab (hijaber).  Jika tahun 2008 lalu Wardah hanya memperoleh omzet Rp 4 miliar per bulan, kini Wardah tengah mengejar omzet Rp 3 triliun. Kesuksesan Wardah sampai membuat kompetitornya yaitu kosmetik konvensional sampai kalang kabut menghadapi Wardah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement