REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan tidak akan berdamai dengan negara Palestina kecuali jika Palestina mengakui Israel sebagai negara Yahudi.
Pernyataan itu diungkapkan dalam pembukaan pertemuan musim dingin parlemen Israel, Senin (27/10). Bentuk pengakuan Palestina, kata dia, dengan cara mereka menerima pelaksanaan langkah-langkah keamanan jangka panjang yang memungkinkan Israel untuk mempertahankan diri.
“Mereka (Palestina) ingin mendirikan negara tanpa memberikan keamanan dan perdamaian bagi negara Israel yang merupakan negara bagi orang-orang Yahudi,” kata Netanyahu sebagaimana dikutip dari laporan Al-Ray Palestinian News Agency yang kemudian dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Netanyahu mencatat, perjanjian perdamaian akan mungkin terwujud dengan syarat negara Palestina tanpa militer dan mengakui Israel sebagai negara Yahudi.
Dalam pidatonya, Netanyahu menyebut, Israel tidak akan membedakan antara Fatah dan Hamas. Sebab, otoritas Palestina selama ini dinilai tidak bisa menjaga kontrol atas Gaza yang dapat dikalahkan dalam beberapa hari di tangan Hamas.
Ia juga menuntut apa yang ia sebut klaim sebagai hak Israel untuk membangun permukiman hanya bagi orang-orang Yahudi di Al-Quds yang diklaimnya sebagai ibukota abadi.
“Israel memiliki hak yang sama untuk membangun di Yerusalem,” katanya. Ia beralasan, telah ada konsensus luas di Israel untuk terus membangun seluruh kota sejak pemerintahan Israel dibentuk pascamerebut Jerusalem Timur dalam perang tahun 1967.