Senin 10 Nov 2014 17:28 WIB

Meski Hati-hati, Kredit Valas Masih Terjaga

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Karyawan melayani penukaran Dollar Amerika di salah satu jasa penukaran valuta asing di Jakarta,Selasa (7/10). (Republika/Prayogi)
Foto: Republika/Prayogi
Karyawan melayani penukaran Dollar Amerika di salah satu jasa penukaran valuta asing di Jakarta,Selasa (7/10). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA – Bank-bank menjaga kredit valuta asing meski ada potensi untuk tumbuh. Direktur Institutional Banking Bank Mandiri Abdul Rachman mengatakan pihaknya lebih berhati-hati dalam memberikan kedit valas dbandingkan rupiah. Kredit valas hanya diberikan kepada perusahaan yang memiliki pendapatan valas saja.

Mandiri, kata dia, akan menjaga  loan to deposit ratio di angka 70 persen atau maksimal 80 persen saja meskipun Bank Indoensia membatasi LDR untuk kredit valas mencapai 90 persen. Di tengah fluktuasi nilai tukar dan keadaan ekonomi global, dia mengatakan likuiditas dan realisasi kredit valas Mandiri masih terjaga dengan baik. Hingga saat ini, realisasi kredit valas di Mandiri mencapai 5,5 miliar Dollar AS.

“Kita berikan kepada perusahaan yang juga penghasilannya valas. Kita harus menjaga LDR khusus yang pasti untuk keamanan, LDR harus lebih rendah dibandingkan rupiah,” ujar dia. Direktur Keuangan CIMB Niaga Wan Razly Abdullah mengatakan saat ini pihaknya justru sedang dalam keadaan permintaan valas yang tinggi untuk pembiayaan bisnis nasabah. Saat ini, kredit valuta asing CIMB di posisi 19 persen.

"Espektasi akan naik ke 20 persen di akhir tahun," ujar Wan Razly, saat dihubungi ROL.

Ekonom BCA, David Sumual mengatakan kemampuan menyalurkan kredit valas tergantung dari sumber pendanaan masing-masing bank. Menurut dia, meskipun keadaan ekonomi global masih belum pulih, fluktuasi rupiah juga masih terjadi, bagi bank-bank asing yang memiliki pendanaan dari luar, hal itu bukan masalah.

Hal itu juga berlaku untuk bank-bank nasional yang memiliki pendanaan valas yang kuat. Sebaliknya, bagi bank yang tidak memiliki pendanaan rupiah,  penyalurana kredit valas bukanlah sebuah prioritas. “Kalau asing mungkin memiliki channel dari luar," kata dia.

Jika kemampuan bank nasional untuk menyalurkan kredit valas berkurang karena kebijakan masing-masing bank, menurut dia bukan tidak mungkin utang luar negeri korporasi semakin meningkat. Namun, menurut dia hal ini tidak begitu masalah lantaran otoritas Bank Indonesia kini membuat aturan yang semakin ketat untuk ULN swasta melalui kewajiban hedging.

Setidaknya, heding membuat pembayaran ULN saat jatuh tempo bisa meminimalisir bergejolaknya nilai mata uang lantaran banyaknya permintaan dollar di pasar.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement