REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak ada bisnis tanpa resiko. Begitu disampaikan wakil Presiden Jusuf Kalla dalam Risk dan Governance Summit 2014, Selasa (18/11) di hadapan para pengusaha.
Namun, semua jenis risiko keuangan yang mengarah pada krisis bisa diminimalisir dengan good corporate governance (GCG). JK mengatakan sektor keuangan tak bisa dilepaskan dalam kehidupan sehari-hari.
Keuangan bak darah yang mengalir dalam tubuh manusia. Sektor keuangan menajdi parameter maju atau tidaknya suatu negara.
Dia menuturkan Indonesia belajar dari krisis yang terjadi di Amerika yang disebabkan kolapsnya konglomerasi keuangan Lehman Brother. Indonesia, kata dia belajar dari negara-negara yang mengalami krisis.
Mengapa ada negara yang maju dan bangkrut. Semua itu berikan kita pelajaran, bahwa bangsa harus dikelola dengan baik, ujar JK.
Beberapa hal misalnya Indonesia perlu mengelola utang swasta. Untuk membayar bunga Bantuan Likuidtas Bank Indonesia (BLBI) saja, Indonesia memerlukan uang Rp 125 triliun dari APBN. Kesalahan di masa lalu ini menurutnya perlu dikelola agar tak terjadi lagi di kemudian hari.
Dengan keadaaan yang semakin mengglobal, tak mungkin lagi sektor keuangan Indonesia tidak terpengaruh oleh faktor internal dan eksternal. Jika bicara sisi pemerintah, kata JK, ada dua instrumen untuk memajukan negara.
Yakni instrumen APBN dan instrument kebijakan. Selama ini, instrument APBN belum bisa memberikan stimulus bagi perekonomian bangsa. Terlalu besar subsidi yang diberikan sehingga perlu ada perbaikan dari sisi anggaran. Hingga akhirnya, pemerintah mengambil langkah good governance dengan mengalihkan subsidi energi kepada sektor lain.