REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin angkat bicara menanggapi permintaan dari Organisasi Internasional yang mempromosikan hak asasi manusia (HAM), Amnesty International untuk mencabut Undang Undang Penodaan Agama di Indonesia.
Dikatakannya, upaya penghapusan undang-undang tersebut bukanlah hal baru, sebab sebelumnya pernah dilakukan pada 2010 dengan cara mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
“Upaya tersebut gagal karena ditulak oleh Mahkamah Konstitusi,” kata Menag kepada Republika melalui pesan singkat via BBM pada Ahad (23/11).
Alasan MK, karena keberadaan UU tersebut tak bertentangan dengan konstitusi UU 1945. Dikatakannya, bagi pihak-pihak yang menilai ada bagian-nagain tertentu dari undang-undang tersebut yang kurang atau dinilai tidak baik, ia mengundang mereka untuk proaktif mengajukan usulan perbaikan.
Maksudnya, mereka diminta untuk membantu menyempurnakan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Umat Beragama yang kini tengah dipersiapkan.
Sebelumnya, ketika menjabat sebagai Ketua Bidang Hukum dan HAM DPP-PPP pada 2010, Lukman menilai Undang-Undang Penodaan Agama masih diperlukan untuk mencegah konflik agama di masyarakat.
“Kalau undang-undang tersebut dicabut, bisa-bisa terjadi konfilk horizontal di masyarakat karena masing-masing pihak bisa saling menodai dan menista agama,“ ungkap Lukman kala itu.
Ia pun konsiten agama masih perlu diatur oleh Negara, sebab agama seringkali dapat disalahgunakan untuk kepentingan tertentu yang justru bertentangan dengan agama itu sendiri.