REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Sepasang pengungsi yang tengah hamil tua menolak turun dari sebuah bus di Darwin, kota wilayah utara Australia, pada hari ketiga dalam protes menentang upaya memasukkan mereka ke rumah tahanan selama sisa masa kehamilan.
Para perempuan itu dibawa ke Australia dari Nauru, negara di kepulauan Pasifik tempat Canberra menahan pencari suaka untuk mencegah mereka memasuki kawasannya dengan perahu, seringkali melalui Indonesia.
Nauru tidak memiliki fasilitas kesehatan yang memadai dan perempuan-perempuan itu, yang selama di Nauru bisa hidup bebas setelah menerima status pengungsi, diberitahu bahwa mereka akan ditempatkan ditengah masyarakat, kata jurubicara Komite Aksi Pengungsi Ian Rintoul.
Namun saat tiba di Darwin pada Sabtu, mereka dimasukkan ke sebuah bus dan akan dibawa ke pusat penahanan Wickham Point, sehingga mereka menolak turun dan masuk tahanan.
Berdasar Badan Meteorologi Australia, suhu rata-rata harian di bandar udara Darwin pada Desember mencapai 32,6 derajat celsius. Pada Senin (1/12), suhu udara melebihi 34 derajat celsius.
Senator dari oposisi Partai Greens Sarah Hanson-Young menyebut tindakan tersebut sebagai langkah ilegal dan mengatakan pasti akan ditolak oleh pengadilan.
"Ini adalah penyimpangan dari kekuasaan Menteri Imigrasi untuk menahan orang. Penahanan hanya dibolehkan untuk persiapan dengan tujuan pemindahan seseorang dari Australia atau untuk menahan seseorang selama pemrosesan visa," katanya.
"Fakta bahwa pemerintah menahan perempuan hamil dalam sebuah bus dengan suhu udara di atas 30 derajat sangat memprihatinkan."
Kementerian Imigrasi dan Perlindungan Perbatasan menolak memberikan komentar. Jurubicara Menteri Imigrasi Scott Morrison tidak bisa dihubungi untuk dimintai komentarnya.
Kebijakan keras Australia yang bertujuan untuk menghentikan pencari suaka termasuk dengan mengirimkan mereka ke kamp-kamp di negara-negara miskin seperti Papua Nugini dan Nauru, dimana mereka akan ditahan untuk jangka waktu lama sementara proses hukum berjalan.
Kebijakan tersebut mendapat kritikan keras dari Perserikatan Bangsa-Bangsa maupun kelompok hak asasi manusia.
Pada Sabtu, Australia mengatakan telah menghadang sebuah perahu berisi pencari suaka Sri Lanka dari pantai Indonesia dan menghantar balik seluruhnya kecuali satu orang, ke otoritas Sri Lanka yang kemudian menahan mereka karena melanggar hukum imigrasi.
Para warga Sri Lanka itu merupakan kelompok pertama yang dipulangkan selama lima bulan ini, saat mahkamah agung Australia mendengar uji kasus menantang hak pemerintah untuk menghadang perahu pencari suaka di luar wilayah perairannya.