REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Abdul Halim, mengatakan kebijakan menghentikan impor garam adalah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan nasib petambak garam di dalam negeri.
Menurutnya alasan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meloloskan ijin impor garam tidak masuk akal. Kemendag selama ini beralasan jika kualitas garam nasional belum memenuhi kualitas.
"Padahal kalau kita turun ke lapangan, cek langsung kualitas garam kita sangat memenuhi," ujarnya.
Ia menilai masalah utama yang membuat kebijakan terkait impor garam terhambat adalah kewenangan yang terbagi tiga. Kewenangan untuk garam, lanjut Abdul, dipegang oleh Kementerian Perdagangan untuk perizinan impor, Kementerian Perindustrian untuk mendata dan melakukan riset, sedangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan bertugas untuk meningkatkan produksi.
"Jadi kebijakannya terpecah. Saya ingin presiden Jokowi turun tangan, membuat masalah garam ini ditangani oleh satu pintu. Harus ada payung hukumnya," katanya.
Abdul mengutip data dari BPS, hingga saat ini masih ada 12 perusahaan yang melakukan impor garam. Menurutnya ketersediaan garam nasional sangat cukup, bahkan berlebih. "Ini pemerintah main-main. Jadi mari kita tunggu. Bagaimana langkah pemerintah ke depan untuk menghentikan impor garam," katanya.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan impor garam akan dihentikan. Hal ini dia ungkapkan saat menghadiri malam penganugerahan Adibakti Mina Bahari 2014 di Jakarta, Kamis (4/12). "Saya mendapat kabar baik. Garam impor benar akan dihentikan," ujarnya.