Kamis 11 Dec 2014 11:16 WIB
Doa di kelas

Doa di Sekolah tak Perlu Diubah

Rep: c14/ Red: Damanhuri Zuhri
Ketua Umum PP IKADI K.H Ahmad Satori Ismail
Foto: Republika/Agung
Ketua Umum PP IKADI K.H Ahmad Satori Ismail

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sedang meninjau persoalan doa di sekolah-sekolah negeri seluruh Indonesia.

Yakni, isi teks doa yang tidak hanya berasal dari ajaran satu agama tertentu, melainkan mengakomodir seluruh agama yang dianut para murid sekolah-sekolah negeri.

Terkait hal itu, Ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi), Ahmad Satori Ismail, berpendapat, Kemendikbud tidak perlu mengubah metode berdoa yang sudah berjalan selama ini di sekolah-sekolah negeri.

"Apa yang ada (doa di sekolah-sekolah negeri), saya kira sudah baik. Sebab, berdoa itu memang menurut agama masing-masing," kata Ahmad Satori Ismail saat dihubungi Republika, Kamis (11/12) di Jakarta.

Ahmad Satori menambahkan, pemerintah seyogianya arif dalam menjalankan tugasnya. Yakni, tidak lagi mengotak-atik aktivitas yang sudah berlangsung baik di tengah masyarakat.

Sebab, selama ini tidak ada keluhan ataupun masalah terkait aktivitas berdoa di sekolah-sekolah. "Daripada itu, lebih arif bila pemerintah membahas kualitas pendidikan kita," ujar Ahmad Satori, Kamis (11/12).

Ahmad Satori lebih jauh mengkhawatirkan, teks doa yang diseragamkan akan memunculkan kecenderungan sekularisasi doa.

Misalnya, terang Ahmad Satori, bila di dalam teks doa itu tidak lagi dipakai lafazh Allah, melainkan hanya kata Tuhan. Hal demikian, jika diberlakukan, hanya akan merusak esensi doa. "Jadi tidak jelas. Tuhan yang mana?" kata Ahmad Satori bertanya-tanya.

Ahmad Satori lantas menyatakan, jangan sampai umat Islam dikorbankan hanya untuk penyeragaman. Demikian pula, tidak dibenarkan, minoritas pemeluk agama lain tidak dihormati.

Menurut Ahmad Satori, bila di sebuah sekolah terdapat mayoritas muridnya beragama Islam, maka tidak masalah menggunakan teks doa dari ajaran Islam.

Misalnya, membaca surat al-Fatihah ketika guru membuka kelasnya. Demikian pula, di sekolah yang mayoritas muridnya memeluk agama non-Islam. Teks doa bisa berasal dari ajaran agama itu.

Hanya saja, perlu disampaikan sebelumnya oleh guru, berdoa menurut keyakinan masing-masing. "Disesuaikan saja dengan kondisi tiap sekolah," ujar Ahmad Satori, Kamis (11/12).

Pasalnya, kata Ahmad Satori, kebhinekaan Indonesia tidak berarti penyamarataan dalam praktik beribadah di ruang publik. Keanekaan agama di Indonesia mengutamakan toleransi dan sikap saling menghargai. Ahmad Satori menutup penjelasannya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement