Kamis 11 Dec 2014 22:41 WIB

Nasaruddin Umar: Makmurkan Masjid Secara Benar

Rep: heri purwata/ Red: Damanhuri Zuhri
 Nasaruddin Umar.
Foto: Republika/Damanhuri Zuhri
Nasaruddin Umar.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Prof Dr Nasaruddin Umar mengajak mahasiswa agar memakmurkan masjid secara benar. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi gerakan radikalisme yang berujung pada terorisme.

Mantan Wakil Menteri Agama mengemukakan hal itu ketika memberikan kuliah umum dengan tema Mencegah Paham Kekerasan di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Kamis (11/12).

Kuliah umum ini merupakan rangkaian dari Dialog Pencegahan Terorisme bersama Civitas Akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Program Nasional Pencegahan Terorisme.

Dialog ini menampilkan Prof Irfan Idris ( Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)), Prof  H Khoiruddin (Akademisi UIN Suka Yogyakarta), Ali Fauzi (Tim Ahli  Badan Nasional Penanggulangan Terorisme/Mantan Kelompok Aktivis Radikal), dan KH Abdul Muhaimin (Ketua Forum Komunikasi Penanggulangan Terorisme (FKPT), serta Vinna Wati Sutanto (Tim Sosialisasi Media Pembelajaran Online BNPT) .

Mahasiswa, kata Nasaruddin, sebagai calon penguasa dan saat ini memang sudah menjadi penguasa mimbar, mihrab, menara, tahu apa yang harus dilakukan terhadap masjid. Rahasia kesuksesan besar Rasullah SAW karena di masjid.

Masjid dipakai sebagai balai pertemuan, sebagai kampus, bahkan ada kelas khusus perempuan. Masjid digunakan untuk latihan berbagai ketrampilan.  “Marilah memakmurkan masjid secara benar,” kata Nasaruddin.

Aljazair, lanjut Nasaruddin,  berhasil mencegah terorisme karena bisa menjinakkan masjid. “Saya memakai kata menjinakkan masjid karena waktu itu Aljazair merupakan pusatnya terorisme, pusat radikalisme.''

Masjid sering menjadi sekretariat gratis bagi kelompok radikal. ''Sebab yang membayar listrik dan air takmir masjid, tetapi digunakan rapat sampai tengah malam oleh kelompok radikal,” katanya.

Awal terorisme, jelas Nasaruddin adalah radikalisme. Sedangkan ciri-ciri awal radikalisme manakala baru makruf sudah diharamkan, baru sunat sudah diwajibkan. Karena itu, ia mengharapkan agar jika masih makruf jangan diharamkan dan jika baru sunat jangan diwajibkan.

Menurut Wakil Ketua Satgas PNPT, Prof Irfan Idris, dialog ini digelar menyusul adanya fenomena keterlibatan mahasiswa dan alumni perguruan tinggi dalam jaringan kelompok radikal terorisme termasuk dukungan terhadap gerakan ISIS.

Hal ini mencerminkan perguruan tinggi sebagai tempat pengkajian keilmua termasuk dalam bidang agama tidak imun dari penyebaran ideology kelompok radikal terorisme.

“Dalam beberapa hal, paham radikal mendapat simpati dari masyarakat, terutama tentang upaya pendiskreditkan terhadap pemerintah yang dianggap gagal dalam mengelola pemerintahan dan dikemas dalam nuansa keagamaan,'' ujarnya.

Ia mencontohkan, maraknya korupsi, pembunuhan sadis, kesenjangan ekonomi, hukum yang dianggap tidak memihak kepada yang lemah, banyaknya bencana alam dan kesejahteraan masyarakat yang dinilai masih lemah.

Paham radikal terorisme yang berkembang di sebagian masyarakat dan diwujudkan dalam bentuk aksi kekerasan merupakan ancaman bagi keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Tranformasi paham radikal terorisme tidak bisa dibiarkan terus berlarut, masyarakat khususnya dari kalangan terdidik (civitas akademika kampus, tokoh agama, dan tokoh masyarakat) memiliki peran strategis dalam upaya pencegahan perkembangan paham tersebut,” tandasnya.

Karena itu, kata Irfan, Dialog Pencegahan Terorisme Bersama Civitas Akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta merupakan upaya pencegahan agar civitas akademika kampus memiliki kemampuan untuk menolak penyebaran paham tersebut. Sehingga paham radikal terorisme tidak masuk kampus.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement