REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Fernan Rahadi
Piala AFF 2014 resmi telah berakhir pada Sabtu (20/12) malam. Thailand muncul sebagai tim terbaik usai mengalahkan Malaysia dengan skor agregat 4-3 pada laga final yang berlangsung dua leg di Stadion Rajamangala, Bangkok, 17/12, dan Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, 20/12.
Relatif tidak ada perbedaan peta kekuatan pada Piala AFF tahun ini. Satu-satunya kejutan, barangkali adalah tersingkirnya tim tuan rumah Singapura pada babak penyisihan setelah kalah 1-3 dari Malaysia pada partai ketiga.
Kehadiran tim-tim, seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam pada babak semifinal memang merupakan tren yang sudah terjadi sejak Piala AFF pertama (waktu itu bernama Piala Tiger) digelar pada 1996. Sementara itu, kehadiran Filipina di semifinal tahun ini merupakan pengulangan prestasi mereka tiga edisi terakhir.
Filipina memang menjadi kekuatan baru di Asia Tenggara, terutama sejak mereka meniru Singapura menerapkan kebijakan pemain naturalisasi. Menurunnya prestasi Indonesia beberapa tahun belakangan menjadi momentum tim berjuluk the Azkals itu untuk unjuk gigi di level regional.
Pada turnamen kali ini, skuat yang dilatih Thomas Dooley itu bahkan membuat sejarah dengan mencetak kemenangan untuk pertama kalinya atas Indonesia. Tak tanggung-tanggung, sebanyak empat gol digelontorkan para pemain Filipina ke gawang Indonesia sekaligus membuat skuat Garuda tersingkir.
Beruntung bagi Indonesia, pada turnamen Piala AFF 2016 terdapat perubahan format babak kualifikasi sehingga tim Merah Putih otomatis bisa lolos ke babak utama, seperti pada edisi-edisi sebelumnya. AFF telah menyepakati peserta babak kualifikasi Piala AFF 2016 adalah tim-tim yang mengikuti kualifikasi AFF 2014, yakni Laos, Brunei Darussalam, Kamboja, dan Timor Leste.
Hanya saja, perlu terdapat catatan khusus sebelum kita berpaling ke Piala AFF 2016 yang akan digelar di Myanmar dan Filipina. Pada Piala AFF 2014, yang untuk pertama kalinya memakai bola resmi FIFA, Mitre Delta V12S, masih terdapat kelemahan-kelemahan yang harus diperbaiki pihak penyelenggara.
Yang pertama adalah masalah pengamanan dalam stadion. Penyelenggaraan Piala AFF kali ini tercoreng akibat ulah buruk para suporter Malaysia yang melakukan penyerangan terhadap para pendukung Vietnam pada babak semifinal yang digelar di Stadion Shah Alam.
Masalah terkait hooligans Malaysia ini sudah menjadi pekerjaan rumah bagi AFF dalam beberapa edisi terakhir. Kita tentunya masih ingat ketika para pemain Indonesia diganggu penglihatannya dengan sinar laser hijau saat partai final Leg pertama Piala AFF 2010 lalu. Peristiwa ini juga kembali terjadi pada laga Malaysia melawan Vietnam kemarin.
Laga antara Malaysia melawan Singapura pada laga terakhir Grup B di Stadion Nasional, Kallang, juga dinodai ulah suporter yang melempar botol dan tisu toilet ke dalam lapangan. Peristiwa itu dipicu keputusan wasit yang memberi hadiah penalti kepada Malaysia sehingga membuat Singapura tersingkir.
Kedua, masalah infrastruktur yang kurang memadai. Stadion Nasional yang dipakai sebagai kandang Malaysia mendapatkan kritik sebelum turnamen berlangsung akibat kondisi rumput yang tidak rata.
Semoga, kedua masalah krusial ini sudah bisa dibenahi AFF pada turnamen berikutnya yang digelar dua tahun lagi. Dengan demikian, kebangkitan sepak bola Asia Tenggara tidak semata hanya wacana, tapi merupakan hal yang benar-benar bisa terlihat wujudnya.